Ada sebuah kombinasi menarik antara kota Bandung dan lampu-lampu kota yang samar terlihat dari kejauhan. Pemandangan yang memanjakan mata, yang bolehlah kiranya jika dilengkapi dengan beberapa lamunan, ketika mata meletakan pandangannya dari sebuah tempat yang mengakomodir semuanya, lengkap dengan desain artistik nan nyaman.
Lawangwangi, satu diantara tempat di Bandung yang menyajikan suasana nyaman, dan menjauhkan Bandung yang terlanjur tertimpa sial dengan menjadi salah satu kota urban, dengan bisingnya hilir mudik kendaraan berlalu lalang. Lawangwangi menjadi pelarian dari sebuah kebisingan, entah itu bunyi bising dari kendaraan ataupun bunyi bising dari makian orang-orang.
Namun Lawangwangi pada hari Jumat, 13 Agustus 2015, rupanya tidak bisa jadi tempat pelarian dari kebisingan, setidaknya untuk malam itu saja. Penyebabnya adalah sebuah band bernama Elemental Gaze, yang malam itu sedang merayakan kelahiran album mereka yang berjudul Elemental. Unit eksperimental, shoegaze, or whatever you named it ini datang dengan nomor-nomor berbahaya dari kantong album mereka yang baru. Mereka memamerkan materi di album itu secara live, dengan tambahan beberapa orang musisi yang ikut berkolaborasi dengan mereka, seperti misalnya Rara Sekar dari Banda Neira.
Visual art di depan dan belakang panggung yang (kita sepakati saja menurut awam) abstrak, menjadi magnet tersendiri bagi Elemental Gaze untuk menguatkan musiknya. Selain itu juga keintiman yang terjalin antara band dan penonton menjadi point berikutnya, sehingga konser peluncuran album Elemental ini terasa sederhana namun sarat makna, setidaknya bagi personilnya sendiri, yang (menurut penuturan mereka diatas panggung) lumayan susah untuk mencocokan jadwal mereka berkumpul untuk album ini. Apalagi beberapa personilnya berjarak dikota yang berbeda. Jadi proses pembuatan albumnnya sendiri dicicil selama 2 tahun karena berbagai keterbatasan. Proses yang bagi mereka mungkin cukup melelahkan ini akhirnya terbayar juga pada malam itu. Hal ini terlihat dari muka-muka para personilnya yang nampak “sumringah” tiap membawakan lagu demi lagu pada malam itu.
Selain set panggung yang memberi nuansa yang menguatkan untuk bersinergi dengan musik Elemental Gaze, tambahan musisi yang berkolaborasi seperti Rara Sekar juga ikut memberikan warna yang ciamik, apalagi dengan aksen Rara yang khas. Senandung pararampam atau dalam istilah orang sunda “ngahaleuang”, dengan cukup ber aaaaa saja, rara ikut andil dalam memberikan ruh pada lagu yang Elemental Gaze sajikan.
Setidaknya ada beberapa point yang membuat konser Elemental Gaze pada malam itu menjadi berkesan, dari mulai tatanan panggung, kolaborasi Elemental Gaze dengan musisi lainnya, sampai suasana intim yang diperagakan lewat cerita ringan ditiap jeda lagu. Baik itu yang bercerita tentang isi lagu itu sendiri, maupun proses mereka ketika membuat album. Secara keseluruhan konser mereka juga diamini dengan suasana tempat yang mendukung akan “intimidasi” bunyi dari Elemental Gaze.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar