Dalam mixtape kali ini saya
membaginya dalam beberapa fase dimana saya tumbuh besar dengan berbagai
jenis/genre musik yang saya dengar. Dari jaman SD, SMP, sampai SMA dan lepas
SMA.
1. Jaman SD
Nama-nama band lokal seperti Base
Jam dan Sheila on 7 adalah merupakan ‘music heroes’ buat saya waktu itu. Karena
mereka-mereka inilah yang akhirnya membuat saya suka dengan musik. Walaupun
emang sih kalo didengerin lagi sekarang, lagu lagu mereka mungkin terdengar
sedikit ‘apeu’ jika di bandingkan dengan musik yang saya dengar sekarang
(seperti Mew atau Sondre Lerche). Tapi tetap saja mereka menginspirasi saya
dalam pengalaman saya akan musik.
Jika di dalam negeri, nama-nama
seperti Base jam dan Sheila on 7 itu saya nobatkan sebagai ‘music heroes’ buat
saya, maka di luar negeri pun saya punya beberapa nama band yang saya nobatkan
juga sebagai ‘music heroes’ untuk saya waktu SD. Diantaranya ada Hanson dan The
Moffats, yang pada waktu itu begitu booming dengan lagu ‘mmbob’ nya Hanson dan
‘I miss you like crazy’ nya The Moffats, yang juga tidak kalah ‘apeu’ dibanding
Base Jam dan Sheila on 7 tadi, Hahaha. Tapi sekali lagi saya bilang. Walaupun
begitu. Tetap saja mereka menginspirasi, dan ada dalam bagian sejarah kehidupan
saya dan musik yang saya suka.
2.Jaman SMP
Masuk jaman SMP, selera musik
saya berubah jadi agak ngerock. Karena Mungkin pada waktu itu adalah masa
dimana saya ingin terlihat keren dan brutal dengan pilihan musik yang saya
dengar. Ya biasalah ‘ABG labil’ persepsinya kan “being asshole itu keren”. Jadi sangat
aneh jika saya ingin terlihat seperti seorang ‘bastard’, tapi masih dengerin
Hanson atau The moffats dengan ‘I miss you like crazy’ nya itu. Hhe.
Adalah seorang tetangga rumah
saya yang mengenalkan saya dengan Nirvana. Sebuah band pengusung rock/grunge
dan musik alternative 90an. Pada waktu itu dia bilang gini “ ieu tah dengekeun,
keras, brutal, keren lah pokona mah” ( ini nih dengerin. keras, brutal, keren
lah pokonya). Lalu saya pun mulai dengerin, dan ternyata benar saja. Saya
langsung suka dan jatuh cinta. Apalagi ditambah beberapa video live nya. Aksi
ancur- ancurin gitar lah, berantem lah, ngejek media lah. Ya pokonya pada waktu
itu nirvana itu ‘it’s soooo me’ lah. Sangat mewakili jiwa ababil saya. Waktu
itu selain Nirvana, juga ada beberapa band punk yang saya suka. Dari mulai Sex
Pistol, Rancid, Greenday, sampai Blink 182. Dan nama yang saya sebut terakhir
ini adalah band yang banyak mempengaruhi saya secara musikalitas dan attitude
saya secara personal.
Ya blink 182 itu udah lebih dari
sekedar ‘musik heroes’ buat saya. Cara mereka bikin musik, cara mereka bikin
jokes, ‘fun’ nya mereka, atau kegilaan mereka di tiap video klip-nya, semuanya
masih menjadi satu memori yang sampai saat ini masih terekam dengan baik oleh
saya. Walaupun sekarang ini saya agak kecewa juga dengan album baru mereka di
tahun 2011 ini. Saya seperti tidak mengenali blink 182 yang saya kenal dan kagumi
dulu. Ya mungkin bener kata Keane kalo ‘everybody changing’, termasuk Blink
182. Tapi ya sudahlah, masih ada nama-nama seperti Sondre Lerche dan K.O.C yang
pada akhirnya bisa sedikitnya melunturkan kecintaan saya akan punk ala Blink
182 itu.
Oh iya selain band punk dan
grunge yang saya sebutin tadi, di jaman SMP juga saya banyak dengerin lagu-lagu
alternatif 90an kaya The Cranberries, Arkarna dan The Cure. Kalau lokalnya saya
suka dengerin band-band seperti Potret, Coklat, Wong, ataupun beberapa band ska
lokal yang memang pada waktu itu lagi booming2-nya ska.
3.Jaman SMA
Bosan sama distorsi dan ketukan drum
yang kasar, masuk SMA selera musik saya kembali berubah lagi. Kali ini nama-nama
seperti Oasis, radiohead, Blur, Weezer, dan beberapa band brithpop lainya,
lambat laun mulai menggeser lagu-lagu punk yang biasa saya dengerin di songlist
saya. Untuk radiohead dan Blur itu sendiri sebenarnya sudah saya denger namanya
dari jaman saya SMP, tapi saya baru bisa menikmatinya ya pas jaman SMA itu.
Berawal dari doktrin temen saya yang tiap hari ngejejalin saya dengan lagu-lagu
brithpop-nya, pada akhirnya saya pun harus menyerah pada alunan suara merdu,
falsetto, dan lirik-lirik bagus nan penuh makna dalam setiap lagu brithpop itu.
Mungkin situasi juga mendukung, ketika jaman SMA itu adalah masa dimana saya
mulai cinta-cintaan dan puitis-puitisan ala remaja tanggung. Jadi ya brithpop
saya anggap bisa mewakili lah. Meskipun ga semua band brithpop itu bicara
cinta2an sih. Tapi ‘feel ‘ yang ada di setiap lagu brithpop (setidaknya menurut
saya) itu agaknya selalu bernuansa roman dan kesyahduan akan hidup dan cinta.
Alah gubrag. yu.
Pada waktu SMA itu juga saya
mulai belajar maen bass di sekolah saya, yang kebetulan saya bersekolah di
sekolah kejuruan musik. Dimana disana setiap siswanya di bagi atas per-paket
keahlian instrument alat musik. Dan saya memilih bass sebagai sebagai
instrument saya. Dan Karena telah mentasbihkan sebagai seorang bassis handal di
seluruh dunia, tepatnya Dunia Fantasi (taman impian jaya ancol), saya pun mulai
agak giat mencari referensi musik yang setidaknya bisa mendukung permainan saya
dalam bermain bass. Terpilihlah genre musik funk sebagai musik pendukung itu.
Nama-nama seperti Kool and The gang, Cake sampai Red hot chili papers adalah
daftar nama-nama band yang harus saya pelajari lagu-lagunya. Tapi sayangnya selalu
GAGAL saya tirukan dengan sempurna. Ujung-ujungnya malah bikin lagu sendiri. Dan
itulah jeleknya saya, ketika berniat mau ngulik lagu orang, dan ternyata susah,
maka dengan frustasinya saya bikin lagu sendiri dan enakeun ceuk sorangan (enak
menurut diri sendiri).
4.Lepas SMA
Lulus SMA saya mulai mencari lagi
referensi lagu-lagu yang baru (sebelumnya belum pernah saya dengar). Kali ini
tidak dengan distorsi gitar yang kasar, tidak dengan kesempurnaan aransemen
funk, ataupun melodi gitar yang ngjelimet dengan speed ala guitar hero tahun
80an. Tapi kali ini saya tertarik dengan suguhan musik manis macam swedishpop
atau norwegian pop, tweepop gitu lah. Alunan musik yang manis, vocal yang
innocent, ditambah lirik lagu yang ‘so sweet’ itu agaknya membuat saya gemes
tiap denger lagu-lagu tweepop itu. Ya sama lah gemesnya kalo lagi liat Zooey Deschanel.
Pengen nyubit- nyubit gimanaa gitu. Dan terpilihlah beberapa nama solois dan
group musik yang bisa mereprentasikan musik yang ingin saya denger ini.
Diantaranya ada nama-nama seperti Sondre Lerche, Frente, The Sunday, The
cardigans, dan King of Convenience (K.O.C).
Pada waktu itu (Lulus SMA) saya
tergabung dalam sebuah band indie lokal bentukan saya dan teman-teman saya.
Yang mau tidak mau mengharuskan saya untuk tahu tentang dunia musik/scene indie
itu sendiri. Lalu mulailah saya jatuh cinta pada musik dari beberapa band indie
lokal seperti Pure Saturday (telat banget suka PS nya), Klarinet, Mocca, sampai
Efek Rumah Kaca, yang mungkin menyuguhkan musik yang sebenarnya simple dan
terkesan mentah karena mixingan yang ga serapih musik mainstreme (mungkin) pada
umumnya, namun kaya akan esensi dari setiap lagu yang mereka mainkan. Juga konsep
yang kuat dan pergerakan DIY nya, movement bawah tanahnya, atau apalah itu.
Yang jelas attitude mereka dalam bermusik itu saya sangat suka.
Jadi kesimpulan dari selera musik
saya selepas SMA itu adalah musik yang jujur, manis, punya esensi, dan ‘music
yang got something to say’ (Monday mess kalee). Ga cuma gonjreng-gonjreng dan
bernafaskan nada sendu dengan syair yang memelas seperti halnya band-band
mainstreme lokal indo yang aduh udahlah jangan di bahas, you know them so well
lah, bagaimana miskinnya esensi mereka dalam bermusik, dan bermusik untuk
pasar. Pasar mana saya ga tau. Pasar caringin, pasar andir, atau pasar kosambi.
Ga tau juga.
5.Sekarang
Sekarang saya lagi suka musik
akustik yang cuma dinyanyiin pake gitar doang dan di rekam di hp. Hehehe. I’m
talk about myself. LOL
Ya begitulah kira-kira. Kurang
dan lebihnya saya minta maaf atas ketidak sempurnan cara saya bertutur dalam
catatan ini. Dan.. oh iya kalo ada diantaranya yang membaca ini ada yang tau
nama solois/group yang bagus untuk saya dengarkan, bisa tulis di kolom komen
ya. Thanks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar