Senin, 11 Mei 2015

HURU HARA DALAM HURA HURA INVASI BARBARS DI BANDUNG


Jika kejauhan bisa berartian terlalu jauh, maka kedekatan berarti terlalu dekat. Keindahan? terlalu indah? Ketuhanan? Terlalu tuhan? Menjadikan ini sebagai barisan kata yang berantakan dan mematahkan struktur berbahasa yang telah diatur dalam kamus besar bahasa Indonesia. Menginterpretasikan tentang hal yang “berantakan” tadi dengan bunyi dan keindahan. Ketika nama lain dari bunyi dan keindahan adalah musik, maka musik adalah keteraturan bunyi ketika nada/irama dalam ritmis bersatu dalam harmoni yang selaras. Tapi apakah ketika mendengarkan bunyi-bunyian bising dalam musik yang seperti tak beraturan, nilai estetikanya masih ada?

Lagu dengan bunyi-bunyian bising yang berhasil memporak-porandakan pendengaran yang tidak terbiasa dengan musik dan distorsi “busuk” dari sebuah lagu, menjadikannya sebuah pesta kecil-kecilan yang datang tak dijemput pulang tak diantar, dari deretan band dengan suguhan musik “berbahaya” yang menghajar estetika dengan permainan musiknya.
Lebih kurang seperti itu penggambaran tentang acara yang berlangsung pada hari Sabtu, 9 Mei 2015 di kawasan Sub-urban kota Bandung, Cigondewah, bertajuk “Seger Waras #2 : Invasi barbars”. Acara ini sendiri digagas oleh 133CGNDWH sebagai sebuah ruang publik, yang mewadahi berbagai macam kegiatan berbasis kreatifitas maupun kesenian. Pemillihan tempat dipinggir jalan pun ikut menguatkan nuansa “Barbars”, dengan jalanan yang padat dengan kendaraan, diamini dengan instalasi ruang yang digarap oleh K.C.A.B (sebuah unit kreatif asal bandung), dengan menambahkan ornamen yang tidak lazim digunakan sebagai dekorasi sebuah ruang pertunjukan. 

Banyak diantara ornamen itu yang memancing penasaran, seperti misalnya kursi yang digantung maupun banyaknya tulisan yang terkesan satir, dan disaat yang bersamaan dihadapkan pada satu pernyataan jika menganggapnya serius adalah sebuah kesalahan, namun jika tidak menganggapnya serius lebih salah lagi. Menariknya, semua tempelan berbagai ornamen ini dikemas dengan gaya yang terkesan “mentah”, dengan medium yang gampang ditemui sehari-hari, dari mulai CPU bekas sampai gulungan koran yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bentuk yang “barbars”, dalam konteks ketidak teraturan yang teratur dalam sebuah instalasi ruang.

Acaranya sendiri dimulai sekitar pukul delapan kurang dikit, dengan dibuka oleh penampilan DJ Akhmad Soleh, dengan berbagai alat “perang” nya dari mulai kaset, tape recorder, sebuah laptop, dan sebuah topeng yang menutupi mukanya. Ada banyak nuansa musik yang dia mix, dari mulai dangdut koplo sampai “orasi” hip hop ala Homicide. Tidak hanya mix lagu saja, namun DJ yang kadung Soleh karena namanya ini juga menampilkan art performance ditiap lagu yang dia putar. 

Selanjutnya ada Pagimentari. Sebuah band “so called” indiepop ini hadir menjadi satu-satunya yang terbilang manis diantara semua “keliaran” yang ditampilkan di acara malam itu. Namun bukan berarti Pagimentari tidak bisa membuat penontonnya “rusuh”. Lewat beberapa hitsnya seperti Hari Esok, Brown Shoes, dan sebuah cover version dari The Smiths We Hate It When Our Friends Become Successful, band pop ugal-ugalan ini berhasil membuat penonton berjingkrak dan nyanyi bareng. Bahkan ketika Pagimentari menyudahi penampilannya, penonton meminta encore, dan mengalunlah lagu 300 miles yang membuat penonton kembali nyanyi bareng. Mendengar materi lagu yang mereka bawakan malam itu, sepertinya EP mereka yang akan dirilis pertengahan Mei nanti akan menarik, dan layak ditunggu. 

Brother Season hadir setelahnya dengan musik rock n roll atau mengutip dari istilahya Arian 13 “high octane rock”, dengan distorsi kencang, gebukan drum yang dinamis, dan ditimpali dengan teriakan sang vokalis yang seperti menyiratkan kebebasan tanpa batas, dalam huru hara musik yang mereka sajikan. Menyaksikan mereka seperti lepas dari penat setiap harinya, dari mulai masalah kerjaan sampai kekesalan ketika terjebak macet misalnya. Apalagi lewat lagu mereka yang berjudul Benar dan Salah. Lagu itu cukup provocatif memancing penonton untuk bersama-sama menyanyikan part lirik a****g g****g dengan teriak sekencang dan sepanjang mungkin sampai nafas tersengal karena kelelahan. 

Seakan tidak diberi waktu untuk sedikit bernafas setelah menyaksikan penampilan dari Brother Season, acara dilanjutkan oleh Barbars. Sebuah band yang jadi alasan kenapa akhirnya acara ini dibuat. Invasi mereka ke Bandung utuk pertama kalinya ini meneruskan adrenalin tinggi yang sebelumnya dengan sukses disajikan oleh Brother Season. 

Menggambarkan musik Barbars ini kita seperti sedang bermain rubik dengan semua kompleksitas saat menyusun barisan warna dan bentuk yang tertata ditiap sisinya, ketika perang cambuk logika ada diantaranya, mengutak atik persepsi, mengikuti  atau  membantah  nalar.  Yang dalam hal ini kita ada pada pertanyaan kemana Barbars akan membawa musiknya? mengingat banyaknya nuansa musik yang beragam dalam komposisi musik yang mereka buat. Namun pada akhirnya pertanyaan ini akan dijawab bebas  saja, ketika penonton menjadi pemilik semua barisan derap langkah setiap nalar yang keluar, menguasai persepsi akan kemana membawa ini, dan seperti apa menilai musik yang Barbars mainkan. 

Barbars seakan menjadi medium yang bebas dimaknai apapun oleh penonton yang hadir malam itu, lewat musik, tampilan visual mereka yang provocatif, sampai penampilan mereka yang secara harfiah dimaknai sama dengan nama bandnya sendiri. Ini dibuktikan Barbars lewat sebuah lagu cover version dari The Stooges I Wanna Be Your Dog yang disambut koor masal dari penonton, sampai pada akhirnya berakhir di lagu Angsa Berbisa, yang merupakan hits single mereka dari album Self Titled Barbars. 

Sebagai penampil terakhir ada De Tohtor, yang didaulat menutup gelaran acara “Seger Waras #2 : Invasi Barbars” malam itu. Band yang di bulan Februari lalu merilis single Butterfly Mandala ini tampil dengan pembawaan dan karakter musik yang biasa mereka tampilkan. Hanya saja mungkin karena terbawa suasana dan adrenalin tinggi yang ditampilkan dua band sebelumnya, De Tohtor tampil lebih ekspresif malam itu. Sedikit gimmick dari sang vokalis Bakrie yang bernyanyi dengan hanya menyisakan pakaian dalamnya saja seolah menegaskan huru-hara dalam hura-hura acara “Seger Waras #2 : Invasi Barbars malam itu”, benar-benar melepas segala macam peraturan tentang bagaimana seharusnya musik ditampilkan. 

Atau anggaplah ini bukan sebuah pertunjukan musik, tapi sebuah pesta pora dimana musik bukan lagi tentang solmilasi do re mi fa sol la si do’, maupun inversi chord A sampai G, tapi musik disini adalah alasan kenapa orang-orang pada malam itu berkumpul dan berhuru-hara dalam hura-hura kunjungan Barbars ke Bandung. Rasa pegal dan keringat yang mengalir setelah acara menandakan jika Barbars diterima dengan hangat di Bandung.

 
DJ Akhmad Soleh

 
Pagimentari

  
 
Brother Season

Barbars

 
De Tohtor


DJ Akhmad Soleh

Untuk lihat video lainnya, klik disini


Foto : Haddy & Amet
Video : Maulana Adi P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar