Saya ingat sore itu tidak hujan, namun tidak pula panas. Biasa saja. Seperti album-album slank pasca kepergian Bongki, Indra, dan Pay. Ya, biasa saja. Sore ketika itu dihadirkan biasa saja. Atas nama waktu luang dan kuota internet yang lumayan cukup untuk memutar, (atau streaming) beberapa video pilihan, selain video Ashanty yang dihipnotis Uya Kuya, yang dia bilang mas Anang romantisnya kalo lagi “pengen” aja, jari dan pikiran saya sepakat berkonspirasi mengetik nama Efek Rumah Kaca pada pencarian dikanal youtube tadi.
Mungkin saya masih kepikiran konser mereka waktu itu di Bandung. Banyak review (maaf) jelek soal konser mereka waktu itu. klasik sih, perihal teknis yang meliputi panitia sampai sound panggung yang kurang “greget” untuk ukuran tiket seharga 120 ribu on the spot itu. Namun band nya sendiri (Efek Rumah Kaca) tidak pernah gagal membuat saya kagum dengan mereka. Dari awal saya pergi dari rumah untuk nonton mereka, saya sudah niat untuk tidak berkomentar atau terganggu jika ada kendala teknis di konser malam itu. Keinginan saya sederhana, ingin nonton Efek Rumah Kaca buat nyanyi bareng. Lagu-lagu mereka sangat kuat bagi saya, lirik dan musiknya gampang nempel di kepala, dan setelahnya jadi suka ngelamun panjang ketika saya mencoba membedah isi lirik dalam lagu-lagu Efek Rumah Kaca.
Seperti di single terbaru mereka Putih. Disore itu, (setelah saya nonton video Ashanty yang dihipnotis Uya Kuya) saya nonton (atau lebih tepatnya mendengarkan) single terbaru ERK yang berjudul Putih tadi. Potongan lirik “akhirnya aku usai juga” dilagu Putih membuat saya diam. Lama banget. Melamunkan keadaan jika saya meninggal kelak. Akan seperti apa orang mengenang saya jika saya meninggal kelak. Akan seperti apa rumah saya, dengan kamar saya yang kosong. Akan seperti apa rasanya ketika ruh terlepas dari raga.
Dua jam berikutnya lamunan saya beralih memikirkan isi lirik dimenit ke 3 lewat 28 detik dilagu Putih. Seperti halnya lagu Biru yang punya dua bagian cerita dalam lagunya, lagu Putih juga masih dengan konsep yang sama, (dalam hal ini lagu Putih) menyuguhkan kontradiksi antara ada dan tiada. Karena konsep dan isian lirik lagu ini menarik, saya kasih tahu pacar saya kalo lagu ERK yang baru ini bagus banget. Sebelumnya kami memang terbiasa saling bertukar lagu jika menemukan materi lagu yang bagus menurut kami.
Jika pada bagian pertama lagu Putih menggambarkan keadaan seseorang ketika meninggal, maka di bagian kedua ini menggambarkan tentang kelahiran. Ini juga bikin saya melamun lama lagi. Saya ngebayangin akan seperti apa anak saya kelak. Apakah dia akan mewarisi sifat pelupa bapaknya. Apakah dia akan punya ketertarikan dengan bau tanah ketika hujan seperti bapaknya. Apakah dia akan senang ketika mendengar bunyi rintik hujan sama dengan bapaknya. Apakah saya bisa membuat anak saya bahagia kelak. Apakah dia akan sering beradu argumen dengan saya, seperti halnya saya sering beradu argumen dengan bapak saya. Apakah saya masih ada ketika dia dewasa dan menikah.
Namun lamunan-lamunan itu akhirnya buyar oleh suara HP saya. Saya lihat, ternyata itu BBM dari si pacar. Dia mengabarkan jika bibinya meninggal. Saya terdiam. Beberapa jam yang lalu saya memberi tahu si pacar soal lagu Putih ini, dan setelahnya isi dari lagu Putih itu benar-benar kejadian. Sehari sebelumnya saya dan si pacar menjenguk bi Ira (nama bibi si pacar) di rumah sakit. Waktu itu keadaannya kritis, dan bi Ira masuk ruang IGD. Sebuah ruangan di rumah sakit yang sama ketika dulu, lima tahun yang lalu bapak saya juga meninggal di tempat yang sama. Lalu sampai pada kalimat klise “manusia hanya bisa berusaha, Tuhan yang menentukan segalanya”. Itu pulalah yang terjadi pada bapak saya dan Bi Ira. Setelah mereka berjuang melawan penyakitnya, akhirnya Tuhan menghendaki harus menjemputnya. Waktunya sudah habis, atau mengutip dari lirik lagu Putih Efek Rumah Kaca “akhirnya aku usai juga, kini aku lengkap sudah”.
Malemnya saya ke rumah si pacar. Pas nyampe ga ada orang. Si pacar memberikan pesan singkat yang isinya mengatakan saya ga usah ke rumahnya dulu. Saya paham keadaan dia yang terpukul akan kepergian bibinya. Perasaan dia waktu itu campur aduk tak menentu.
Saya akhirnya memutuskan balik lagi ke rumah saya. Tapi ditengah perjalanan saya lihat mobil ambulan menuju rumah nenek si pacar. Mobil ambulan itu membawa jenazah Bi Ira. Karena merasa udah terlanjur lewat saya akhirnya memutuskan untuk masuk ke rumah itu. Disana udah banyak keluarga almarhumah yang berdatangan. Lalu si pacar menemui saya dan sedikit berbincang. Saya lihat raut wajah yang tak menentu dari si pacar. Saya mengerti perasaan dia dan ga terlalu banyak nanya ditengah situasi dia yang tak menentu itu.
Saya mengalihkan pandangan saya pada Teh Irni (kakak pacar saya), yang tengah mengandung anak pertamanya. Pikiran saya kembali ke lagu Putih dari ERK lagi. Hari itu saya benar-benar mengalami apa yang ERK tuliskan di lagu Putih tadi. Saya melihat fragmen ada dan tiada disatu waktu yang bersamaan. Perasaan saya jadi campur aduk lagi. Dan lagi-lagi saya ngelamun. Hari itu lagu Putih memberikan gambaran yang nyata tentang apa yang mereka sebut ada dan tiada. Memberikan gambaran setiap yang terlahir akan berakhir dengan kematian, dan setiap kematian akan mendatangkan orang baru yang terlahir.
Doa yang terbaik untuk setiap orang yang telah pergi, dan doa yang terbaik untuk setiap orang baru yang terlahir.
Doa yang terbaik untuk setiap orang yang telah pergi, dan doa yang terbaik untuk setiap orang baru yang terlahir.
Klik gambar untuk mendengarkan lagunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar