Senin, 10 Juli 2017

L(H)IBURAN KEDUA LEBARAN 1438/2017

Masih dalam rangka suasana libur lebaran H+ ke sekian. Setelah sebelumnya jalan-jalan santai ke kebun teh dan metik Strawberry bareng keluarga, liburan part kedua ini giliran saya yang punya acara sendiri. Alasannya sederhana saja, biar saya keluar rumah, dan menghirup udara segar, agar tidak melulu menghirup aroma dusta dan pengkhianatan (pake kh) dalam lamunan labirin tanpa akhir. Hastag eeeaaa.

Saya memilih kemping sebagai “L(h)iburan” lebaran part kedua ini. Jujur seumur hidup saya, pengalaman saya kemping itu masih bisa dihitung dengan jari, yakni waktu saya SD, SMK, dan pernah sekali ketika pergi ke sebuah gigs dengan tema “music and camp”. Perbedaannya yang sekarang ini atas dasar inisiasi saya sendiri, bukan inisiasi acara tertentu, dimana saya hanya jadi pesertanya saja. 

Singkatnya saya pergi berdua bareng teman saya Isel ke Kampung Cai Rancaupas Ciwidey, Kabupaten Bandung (daerah selatan Bandung), yang secara lokasi relatif dekat dengan rumah saya, dibanding tempat kemping lainnya di Bandung. Menggunakan motor saya, yang pernah sekali terlintas dibenak saya untuk memotong jok motornya, dikarenakan kelangkaan orang yang saya bonceng.

Begitu sampai dan hendak mendirikan tenda, ada satu hal kecil yang sebenernya ngga penting-penting amat, tapi cukup penting buat saya. Saya mendapati kenyataan ternyata mendirikan tenda itu tidak sesusah yang saya bayangkan. Maklum saja dibayangan saya akan teknologi pembuatan tenda belum seperti itu, dimana referensi saya terpatok pada tenda saya waktu SD yang rumit dan tidak praktis, sekitar 20 tahunan yang lalu lah (ngoraaa). Terakhir ketika kemping waktu SMK dan pas gigs “music and camp” juga tendanya udah siap pakai, jadi saya tidak terlibat pada proses mendirikannya. Dan soal tenda ini pada kenyataannya menjadi sekelumit hal ngga penting, dari pengalaman seorang introvert yang jarang sekali bertemu matahari seperti saya.

Ada beberapa wahana sebagai pelepas penat untuk orang kota, maupun orang kampung dengan permasalahan orang kota tentang ego sentris yang menjadi tuhannya, dimana capitalism menjadi sebuah ideologi mutlak sebagai pembenaran untuk bertahan hidup, atau lebih tepatnya hidup dalam perspectif orang lain, yang mengharuskan mereka menjadi orang palsu demi “standar” hidup sebuah propaganda iklan televisi (naon atuh). Selain untuk kemping, disana ada tempat berenang air panas (lengkap dengan area bermain) untuk anak-anak dan keluarga. Ada juga penangkaran rusa, dimana pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan rusa dan memberi mereka makan.

 Area untuk keluarga


Kembali ke kemping. Hal pertama yang saya pikirkan adalah kamar mandi. Bukan, bukan karena saya orang yang rajin mandi (malah terbilang malas), tapi karena saya orang yang terbilang rajin buang air. Diantara doa-doa mengharap rezeki lancar dan jodoh yang baik, selalu terselip dalam doa saya agar seumur hidup saya tidak pernah sekalipun terjebak disituasi hendak buang air dan tidak ada air. Karena nantinya istilah buang air akan menjadi rancu jika tidak ada air nya. Buang air tapi tidak ada air. Lalu apa yang akan saya buang? Kenangan? ............

Tai, eh tapi maksudnya. Tapi masalah soal buang air ini tidak jadi masalah di Rancaupas. Syukurlah setidaknya mereka konsisten dengan namanya “Kampung Cai (cai artinya air dalam bahasa sunda) Rancaupas”. Jadi persoalan ini tidak jadi masalah, dan saya bisa buang air dengan nyaman dengan diiringi lagu-lagu indie terbaik pilihan hipster ibu kota. 

Sore harinya, setelah mendirikan tenda, saya dan teman saya pergi ke penangkaran rusa, yang tidak jauh dari lokasi saya kemping. Masuknya gratis, cuma pengunjung disarankan untuk membeli wortel/sayuran sebagai pakan rusa, agar bisa berinteraksi langsung dengan mereka. Standarlah ya. Ngasih makan rusa terus jepret, say cheers depan rusa terus jepret. Yah bagaimanapun juga pada kenyataannya sosial media seperti instagram harus selalu diisi dengan pose foto terkini, meskipun kotak amal mesjid mah belum tentu ingat juga untuk diisi (hastag assalamualaikum ustad)

Pose yang kurang berfaedah. Foto Inception
Bugs Bunny hendak memberi makan pamannya Uncal

Malam pun tiba. Karena cuaca yang dingin, sedingin hatiku yang galau ketika itu..... akhirnya saya dn teman saya memutuskan membeli kayu bakar untuk menghangatkan diri. Tapi....ketika hendak menyalakan kayu bakar, hujan pun turun dengan anggunnya, mematikan bara api yang susah payah kami buat. Kami berdua saling berpandangan dan kompak menatap langit seraya bilang “Tuhan becandanya ngga asik ah”. Trus Tuhan dengan anggunnya menjawab “tanah-tanah gue, langit-langit gue, alam-alam gue, mau apelooo”. Dan ketika kami mendengarnya langsung sadar diri. Lalu melantunlah lagu Butiran Debu ditengah udara dingin yang menusuk rusuk kami. 

Besoknya, sekitar jam tiga subuh lah saya bangun. Bengong sampe terdengar adzan subuh. Lalu bergegas ke Mushola meskipun ngantuk dan dingin banget. Shalat agar Tuhan mau berpihak, dan kemping ini berjalan lancar juga menyenangkan. Semalem mungkin Dia ngambek karena saya lalai ngga solat Isya. Setelahnya saya minum susu jahe anget. Nikmat sekali. Alhamdu..... lillah.

Api unggun baru dinyalakan subuh, karena malamnya hujan

Sekitar jam delapan pagi saya dan teman saya berkeliling ke sekitaran Rancaupas buat nyari spot yang bagus. Disela-sela pencarian spot yang bagus untuk berfoto, kami mendengar ada kumpulan orang sedang melaksanakan semacam pelatihan gitu lah. Ngga jelas juga pelatihan apa. Isinya marah-marah, diem, nangis, ketawa-ketawa. Mirip orang yang agak-agak lah. Konsep seperti itu selalu membuat saya heran dari dulu zaman saya ospek sampai sekarang. Sungguh budaya yang tidak berfaedah.

Menurut saya hanya satu yang masuk akal tentang pelatihan yang diselingi marah-marah ini, yakni pelatihan tentara. Karena tujuannya jelas. Tentara dipersiapkan untuk berperang. Mentalnya harus kuat. Jadi mereka harus terbiasa dengan suasana seperti itu. Kalo anak kuliahan yang mau cari ilmu di kampus, apa harus lewati proses seperti itu juga? Biar apa? Biar kuat mental pas demo? Demo apa? Ingin mendirikan negara khilafah? .....zzzzzz ngantuk.

Buncit is new sexy
Pose standar kokoh nyengir

Anak nongkrong

Singkatnya, sekitar jam setengah sebelas kami berkemas untuk pulang. Nyampe rumah jam setengah dua an lah. Macet. Sampe rumah nyalain laptop, stel musik. Dan mengalunlah lagu-lagu bernuansa shoegaze, yang berwarnakan sedikit sentuhan Agfa dan porta dari sebuah film efek apikasi edit foto hasil bajakan. Lalu setelahnya hidup berjalan seperti hari-hari biasanya.



1 komentar:

  1. Thanks for info, jangan lupa kunjungi website kami https://bit.ly/2IOkTuc

    BalasHapus