Senin, 25 Juni 2018

LIMA VOKALIS PALING MANGPRANG

Jika seorang drumer adalah orang yang berperan penting dalam fondasi musik sebuah band, maka seorang vokalis adalah tombak dalam band itu sendiri. Seperti halnya karakteristik tombak yang tajam, seorang vokalis pun harusnya bisa merepresentasikan ketajaman itu, baik dari cara dia menyanyikan ketajaman lirik dalam lagu-lagunya, sikapnya, maupun pergerakan yang dia buat dalam bandnya. Tidak hanya “garang” di atas panggung, namun juga bisa menularkan pergerakan yang baik, khususnya bagi penggemarnya. Karena musik yang baik adalah yang mampu menggerakan, dan tidak hanya sekedar hiburan atau selayang dengar saja. Lebih dari itu, musik harusnya bisa punya isian lebih dari sekedar kumpulan melodi yang dibalut harmoni saja. Dan seorang vokalis adalah orang yang bertugas membawa musiknya jadi punya sesuatu untuk disampaikan.

Adalah kata “Mangprang”, dalam bahasa sunda, yang dirasa sejalan dengan karakteristik tombak yang tajam tadi. Kata ini punya artian semangat yang berapi-api, juga berani dengan apa yang dia yakini dan suarakan.  Seorang vokalis yang punya karakter “Mangprang” dalam dirinya bisa terlihat dari sikap “keras kepalanya”, lewat penuturan dari caranya bernyanyi, bahkan diluar panggung, dengan semua pergerakan yang dia lakukan. 

Addy Gembel (Forgotten)

Addy Gembel adalah dua orang pribadi yang berbeda ketika dia di atas panggung dan di luar panggung. Sebagai seorang “provokator” yang “melaknat” ratusan penggemarnya, dengan semua sumpah serapah, dan caci maki dia lewat penuturan lirik sarat kritik, yang anehnya masih terbaca indah, dengan balutan gaya bahasa puisi, dan padanan kalimat yang berima serta punya pilihan diksi menarik ini, punya sorot mata yang menyala di atas panggung. Pembawaannya yang seperti itu, kemudian berbalik 180 derajat, ketika dia melepaskan atribut sebagai vokalis Forgotten, menjadi seorang yang hangat dan murah senyum. Sosoknya yang banyak terlibat kegiatan sosial ini, berangkat dari keresahannya tentang banyak hal tidak beres di negara ini. Ketajaman lirik yang dia buat lahir dari pengamatan, pengalaman, dan akumulasi perasaannya yang selalu resah, dengan banyaknya ketimpangan yang terjadi. Hal itu kemudian berbuah keresahan, yang dia tumpahkan dalam lirik-lirik lagunya. Sampai akhirnya puncak dari keresahan itu dia tumpahkan, ketika dia berteriak lantang di atas panggung, dan menularkan energi negatif dalam dirinya, untuk memaki hal-hal yang dia anggap musuh bagi dirinya.

Arian 13 (Seringai)


Dua puluh tahun lebih mendedikasikan dirinya sebagai seorang vokalis, membuat nama Arian 13 menjadi diperhitungkan, sebagai seseorang yang “mangprang”, baik itu dari cara dia bernyanyi  di atas panggung, maupun dari kebiasaan dia membuat “onar”, dengan apa yang dia lakukan. Salah satu “keonaran” yang dia lakukan misalnya ketika membuat kaos Lencana, dimana didalamnya Arian memberikan kritik lewat kalimat “Melindungi dan Melayani Siapa”, yang seperti banyak dari kita tahu, jika slogan itu adalah plesetan dari jargon instansi aparat pemerintah. Atau ketika dia berorasi mengkritik kebijakan seorang menteri, yang dia utarakan saat dia manggung. Hal ini berbuntut “marahnya” sebuah ormas terhadap dirinya, yang dianggap sedang menebarkan kebencian lewat orasinya. Seperti halnya Addy Gembel di atas, Arian juga merasa perlu bersuara tentang hal-hal yang menurutnya tidak beres. Hal itu tergambar salah satunya lewat lirik lagu “Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan)”, yang dilatar belakangi keresahan Arian dengan ulah sekelompok orang yang memaksakan ideologinya terhadap banyak orang. Sehingga hal itu kemudian dimentahkan Arian lewat penggalan lirik yang berbunyi “individu merdeka!” (dengan tanda seru), dan kepalan tangan para Serigala Militia di udara.

Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca)


Berbeda dengan dua orang vokalis di atas, Cholil tidak lahir dari band yang mengusung musik cadas dalam lagu-lagunya. Pembawaannya pun cenderung lebih kalem jika dibanding dua orang vokalis di atas tadi. Dengan potongan rambut dan stelan kemeja rapih, yang menjadi ciri khasnya di atas panggung, membuat dia jauh dari kesan “garang”. Namun namanya bisa masuk dalam jajaran vokalis “mangprang”, adalah karena ketajaman lagu-lagunya, yang dia presentasikan dengan penjiwaan yang dalam. Hal tersebut mudah dibuktikan bahkan hanya dengan penggalan lirik lagu “Di Udara”, yang berbunyi seperti ini ; “Tapi Aku Tak Pernah Mati”. Lewat lagu tersebut Cholil mewakili jiwa-jiwa orang yang berjuang dengan apa yang mereka yakini. Dia mampu memerankan sosok yang punya sikap keras kepala lewat karya-karya yang dia buat. Tidak hanya lewat lagunya saja, sosoknya juga mampu bersikap dengan pergerakan yang dia buat bersama bandnya, seperti misalnya ketika Efek Rumah Kaca memberikan doktrin jika pasar bisa diciptakan, sebagai bentuk statement jika dia dan bandnya tidak mau tunduk terhadap pasar, yang notabene nya banyak dianggap “tuhan” bagi banyak orang, sebagai patokan mereka dalam membuat karya.

Selanjutnya, dua dari lima orang vokalis berikut ini, punya poin tambahan, kenapa akhirnya mereka bisa terpilih menjadi yang paling “Mangprang” diantara vokalis lainnya. Kedua orang vokalis ini hadir sebagai seorang yang ditempa banyak hal, yang membuat keduanya jadi punya mental kuat. Hadir sebagai perpanjangan tangan vokalis terdahulunya, kehadiran dua orang vokalis ini punya peran penting, yang membuat bandnya terus hidup, membesar, "berbahaya”, dan Mangprang. 

Vicky Mono (Burgerkill)


Di awal kemunculannya di tubuh Burgerkill, Vicky langsung dihadapkan pada setumpuk tugas yang harus ditanggungnya, sebagai seorang yang meneruskan estafet dari almarhum Ivan Scumbag. Kehadirannya di tubuh Burgerkill bukan untuk menggantikan Scumbag, namun untuk meneruskan apa yang pernah Scumbag buat di Burgerkill, yang diakui atau tidak, hal tersebut tidak mudah, terutama untuk band sekelas Burgerkill, dengan fans militan, yang mungkin susah menerima orang baru di tubuh band ini. Perlu mental yang sangat kuat sampai akhirnya Vicky bisa berdiri sebagai orang terdepan di Burgerkill.  Hal tersebut dia lewati dengan berbagai tempaan yang tidak mungkin bisa dilalui jika tidak punya mental “Mangprang” dalam dirinya.

Dua album Burgerkill, Venomous dan Adamantine, menjadi ajang pembuktian Vicky sebagai seorang vokalis yang “Mangprang”, dan hal ini bisa terlihat diantaranya dari beberapa footage rekaman Burgerkill, yang menyajikan proses ketika Vicky take vokal. Vicky seperti besi baja yang tetap kokoh berdiri, sekeras apapun dia ditempa, hingga menghasilkan karakter vokal bertenaga bak monster yang siap menyalak. Vicky “menyalak” dan terus mengalami progres sejak dirinya didaulat menjadi vokalis Burgerkill, lewat berbagai panggung yang dia taklukan satu demi satu, dari mulai dalam negeri, sampai dataran Eropa. Dia menjelma sebagai seorang yang menurut istilah para Begundal, “Anjing Edan”, dan menjadi peluru dari fondasi yang dibuat Eben, Agung, Ramdhan, dan Putra dalam musik Burgerkill.   

Ginan Koesmayadi (Jeruji)


Seperti halnya Vicky, peran Ginan di tubuh Jeruji pun langsung dihadapkan pada setumpuk tugas, untuk meneruskan estafet yang pernah dibuat Themfuck di band ini. Sebagai band yang keras kepala dan lantang bersuara menyuarakan perlawanan ini, Ginan jadi pilihan tepat, dengan karakternya yang “Mangprang”, dan bahkan kata “Mangprang” seakan menjadi nama lain dari Ginan. Dia akan membuat siapapun malu dengan semangat yang dia punya. Sosoknya seakan menjadi cambuk bagi banyak orang jika sejatinya hidup adalah tentang perjuangan yang harus dilewati dengan semangat. Dan hal ini bukan hanya slogan saja, tapi juga dia buktikan, salah satunya, dengan mendirikan Rumah Cemara, pada tahun 2003. Sebuah rumah yang menjadi tempat rehabilitasi pemakai narkoba dan yang terinfeksi HIV. Hal ini didasari pengalaman hidupnya yang pernah terlibat narkoba, dan menjadi ODHA. Namun begitu, dia merasa jika hidup harus terus berjalan, yang kemudian dia tularkan bagi kawan-kawan yang bernasib sama dengan dirinya.

Semangatnya untuk terus menularkan limpahan energi yang dia punya, bahkan berbuah manis saat dirinya berhasil mengharumkan nama bangsa lewat sepak bola. Hal ini dibuktikannya saat dia terpilih menjadi Best Player, di turnamen Homeless World Cup (HWC) yang diselenggarakan di Paris, tahun 2011 lalu. Dia yang tadinya dianggap sebagai orang yang hidup dengan kesia-siaan karena latar belakang masa lalunya tersebut, pada akhirnya menjadi seorang inspirator bagi banyak orang. Bagi dia pilihannya hanya ada dua, menyerah dan pasrah dengan penyakit dan keadaan yang dideritanya, atau terus berjalan untuk hidup dengan penuh arti. Dan dia memilih pilihan yang kedua. Sampai akhirnya ketika dia harus pamit untuk selamanya, bukan karena dia kalah dengan penyakitnya. Bukan juga kalah dengan tempaan hidup yang berat. Tapi dia pamit sebagai seorang pemenang yang melampaui mimpinya. Hingga namanya akan dituliskan sebagai seorang inspirator, dan sebagai seorang vokalis yang “Mangprang”. Bukan hanya karena dia seorang vokalis band cadas, atau bukan juga karena teriakannya di atas panggung. Tapi dia “Mangprang” karena dia berhasil menampar orang-orang yang hampir menyerah dengan hidupnya, agar terus berjalan, sampai kematian datang dengan sendirinya, karena waktu, bukan karena kita yang menyerah.

Rest In Power The Journey Walker, Ginan Koesmayadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar