Senin, 07 Oktober 2019

ROLLER COASTER RASA DI 'BALAKOSA TOUR' IKSAN SKUTER

Bicara tentang Iksan Skuter maka kita akan bicara tentang hujan kutipan menarik lagi bermakna, mengingat apa yang disuguhkannya seperti sebuah roller coaster perasaan, dengan Iksan sebagai orang yang bertanggung jawab memainkan dinamika lewat lagunya. Kadang lagunya menggiring kita untuk marah dengan ketimpangan yang terjadi, kadang juga mengajak kita untuk merenung tentang banyak hal, dari mulai sosok ‘bapak’ sampai ‘rumah’, hingga membuat kita ingin ‘pulang’. Kita bisa memilih secara acak potongan lirik lagu Iksan yang mana saja, lalu kita tempelkan dalam kaus. Niscaya kita akan cult secara paripurna, mengingat ada begitu banyak hook yang bisa dijadikan kutipan menarik dari lagu-lagunya. (Fiersa, berhati-hati lah!).

Kemudian Iksan datang dengan album ke 11 nya yang berjudul Balakosa. Satu istilah yang diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti kekuatan dan kejayaan. Album Balakosa menjadi pola kreasi seru yang Iksan torehkan selama hampir dua dekade dia berkarir di dunia musik. Hal itu kemudian memantiknya untuk juga menyuguhkan dalam sebuah rangkaian tour dalam rangka memperkenalkan album Balakosa. Setelah beberapa kota dia singgahi, akhirnya Bandung dipilih menjadi kota terakhir dalam rangkaian Balakosa Tour tersebut.

Pada 6 Oktober 2019, bertempat di pelataran pasar Palasari, Bandung, Iksan bekerja sama dengan DCDC (DjarumCoklatDotCom) menggelar ‘Balakosa Tour’, dengan beberapa keriaan lainnya, seperti hadirnya band-band dari wadah DCDC Shout Out, hingga kolaborasinya dengan beberapa musisi dari mulai Nissan Fortz, Prisha Sebastian, Bane ‘Rosemary’, hingga Yoga ‘PHB’. Panas dan debu menjadi gambaran yang terlintas di benak banyak orang ketika gerbang mulai dibuka pada pukul tiga sore, sebelumnya akhirnya Dolan Musik Resonansi menjadi penampil pertama membuka gelaran ‘Balakosa Tour’ nya Iksan Skuter. Untungnya, cuaca sudah mulai bersahabat ketika mereka tampil di atas panggung.

Dengan musik minimalis yang dibalut dengan penulisan lirik bernas, straight to the point, dan sesekali disisipi permainan kata satir, Dolan Musik Resonansi (selanjutnya ditulis DMR) menyuguhkan musiknya dengan satu buah cajon sebagai pengaba dan penanggung jawab pada departemen ritmis, serta dua buah gitar dengan fungsi dan peran berbeda, satu akustik, satu elektrik. Yang akustik berfungsi sebagai pemberi hook, yang elektrik berfungsi sebagai pemberi nuansa. Tak lupa juga di tengah penampilannya, hadir pula Fuad, seorang musisi yang didaulat menjadi kolaborator untuk bermain harmonika.


DMR memperkenalkan lagu pertama mereka lewat judul “Si Dolan”. Sebuah lagu yang secara harfiah mengetengahkan perkenalan mereka, yang mana di dalamnya mereka memasukan nama-nama musisi lainnya seperti Jason Ranti, Fiersa Besari, hingga Danila Riyadi. Intinya mereka mengatakan jika DMR bukan Jason Ranti, Fiersa Besari, atau pun Danila Riyadi. Diteruskan dengan lagu berjudul “Hompimpa Alaium”, dengan sedikit jembatan lewat cerita dibalik lagu ini yang menurut mereka diambil dari bahasa Sanskerta, bercerita tentang dari tuhan kembali ke tuhan. Setelahnya lagu “Makanan Anjing” dimainkan dan di akhiri dengan lagu “Bunga Kecil”.


Tampil berikutnya ada Microsleep dengan lagu-lagunya yang kental nuansa folk dan country (terlebih karena unsur instrumen banjo di dalam olahan aransemennya), dari mulai “Pengembara Malam”, “Aku”, “Koreksi”, “Perang”, hingga “Lagu Binatang”. Band yang sebelumnya pernah terpilih untuk tampil di acara DCDC MusikKita ini mencoba mencairkan suasana dengan ajakan bernyanyi dari atas panggung. Lagu-lagu dengan irama menghentak lewat permainan banjo dan cajon membuat penonton cukup apresiatif dengan lagu lagu yang dibawakan Microsleep, hingga akhirnya mereka menyudahi penampilannya menjelang break Maghrib.

Setelah break Maghrib, acara diteruskan dengan ngobrol santai bareng Iksan Skuter seputaran ‘Balakosa Tour’ dan semua hal menarik dari album ini. Misalnya saja tentang album Balakosa yang hanya dijual ketika Iksan menggelar tour ini. Selain itu, hal menarik lainnya dari rangkaian tour nya ini, terjadi ketika Iksan tampil di Palu dan Dili. Dua daerah yang menurutnya tidak terpikir sebelumnya untuk tampil disana, apalagi Palu, dimana daerah ini sempat terkena bencana Tsunami beberapa waktu lalu. Tidak hanya Iksan, hadir pula Addy Gembel membahas lebih jauh soal DCDC Shout Out yang selama ini mewadahi banyak band-band potensial di banyak kota di Indonesia. Addy yang merupakan 'kepala suku' di wadah DCDC Shout Out ini menjelaskan jika ada banyak band potensial yang bisa diangkat ke permukaan.


Selanjutnya, ada juga kang Budi Dalton yang selama ini dikenal sebagai jaksa penuntut di DCDC Pengadilan Musik. Budi menyoroti soal album Balakosa dengan gaya nya yang memang dikenal jenaka. Menarik, ketika obrolan santai ini dibuat seperti halnya DCDC Pengadilan Musik yang berisi ragam pertanyaan (atau lebih tepatnya cercaan) dari Jaksa untuk terdakwa, serta dilengkapi pula dengan kedatangan Yoga PHB yang selama ini dikenal dengan kaos parodi nya. Yoga datang dengan kaos Iksan Seluler. Satu bentuk ‘parodesain’ (parodi dan desain) dari Yoga untuk Iksan Skuter.


Selepas Isya, Iksan membuka penampilannya dengan lagu berjudul “Tak Semudah Mimpi”. Sebuah lagu yang diambil dari kantung debut albumnya. Berisikan lirik “menari dan tersenyum lah walau hidup tak semudah mimpi” Iksan mengajak pendengar untuk bisa optimis menjalani hari, hingga akhirnya dia melanjutkan penampilannya dengan membawakan lagu berjudul “Kawan Cerdas", diambil dari album terbarunya, Balakosa. Lagu ini juga menurutnya didekasikan untuk para penikmat karyanya yang bernama ‘kawan cerdas’. Meski terbilang baru, lagu ini berhasil membuat koor masal dari penonton. Dengan isian lirik yang lagi-lagi berisi optimisme, Iksan suguhkan lagu-lagu pembebasan, lagu-lagu perubahan, doa-doa dan harapan, hingga masa depan kemenangan (diambil dari lirik lagu "Kawan Cerdas"-red). Sebuah kombinasi yang nampaknya dijadikan ‘resep’ dia saat memasak album Balakosa.

Selanjutnya Iksan memantik antusiasme penonton dengan lagu “Rindu Sahabat”. Berhasil, karena lewat lagu ini penonton mulai beranjak ke depan menyaksikan Iksan dengan lesehan. “Saat yang Sama” menjadi lagu berikutnya. Lagu yang dinilai begitu relevan dengan keadaan sekarang ini dinyanyikan dengan begitu emosional oleh Iksan. Hal ini tergambar lewat sorotan mata dan urat yang terukir di lehernya saat dia menyanyikan lirik “sementara di belahan bumi lainnya leher ditebas atas mama agama. Bumi terus berputar dan manusia terus bertengkar”.

Hadir menjadi kolaborator pertama di gelaran ini, Nissan Fortz didaulat naik panggung memainkan lagu berjudul “Lagu Kita”. Menjadi personal, mengingat (dari hasil penuturan Iksan di atas panggung) lagu ini dilatarbelakangi pengalaman Iksan dan Nissan akan masa kecilnya. “tempat kecil kita telah menjadi pabrik yang tak perlu. Tempat kita bermain bola telah menjadi vila”, begitu kata mereka saat menyanyikan lagu ini. Tidak cukup sampai disana, Iksan dan Nissan melanjutkan kolaborasinya dengan lagu “Cinta Itu Adalah”. Sebuah lagu yang sempat diperkarakan di DCDC Pengadilan musik episode perdana karena ke-ambiguan liriknya, “Cinta itu Adalah...” (“adalah naon a***g”, ujar Budi Dalton dan Pidi Baiq ketika itu).


“F**k Iksan Skuter!”, ujarnya dari atas panggung, setelah sebelumnya tak lupa dia meneriakan J***k sebagai tanda dia sudah ‘nyaman’ di atas panggung. Karena kenyamanan itu pula lah yang akhirnya menghasilkan chemistry menarik antara Iksan dan penonton. Salah satunya saat Iksan diminta membawakan lagu “Nyalakan Tanda Bahaya” yang padahal lagu itu tidak ada dalam daftar lagu yang akan dia bawakan. “Apakah pemimpin itu harus kaya, bergelimang harta dengan uang kita. Apakah pemimpin itu harus benar dan harus disegani selamanya. Nyalakan tanda bahaya untuk rakyat jelata”, begitu ujar Iksan yang disambut koor penonton malam itu.

Dilanjutkan dengan lagu “Papua Ku Cinta”, Iksan seakan menjadi perpanjangan tangan dari apa yang saudara kita di Papua untuk menyuarakan isi hatinya. “yang pasti kami bukan anak haram semesta. yang pasti bukan anak Amerika, Australia, Malaysia. Kami tercipta karena konspirasi dunia. Yakinkan kami anak siapa”, sebuah pernyataan dan pertanyaan getir yang Iksan tangkap dari saudara kita orang papua. Terasa 'dalam' dan di banyak sisi sanggup menampar.

Berikutnya, Iksan membawakan lagu "Pulang". Lagu yang selalu sukses membuat banyak orang Ingat 'rumah' ini dilanjutkan dengan lagu “Bapak” dan "Shankara” yang makin syahdu dengan permainan biola dari Prisha Sebastian. Hingga setelah dibuat larut dengan tingkah pola dawai biola dari Prisha, Iksan melanjutkan keriaan dengan mendaulat Yoga PHB ke atas panggung. Hal ini sukses membuat penonton beranjak dari tempat duduknya, untuk kemudian berjoget bersama di lagu “Partai Anjing”.


Setelahnya, seakan enggan mengakhiri keriaan di atas panggung, Iksan juga mengajak Bane “Rosemary” untuk sama-sama menampilkan ‘agnostik folk’ (folk yang tidak percaya pada folk itu sendiri, karena dalam hal ini Iksan menggabungkannya dengan dangdut. Musik rakyat yang selalu sukses membuat penonton berjoget bersama). Ditutup dengan lagu “Bingung”, malam itu Iksan sukses menjadi ‘dirijen’ yang memimpin banyak orang untuk bersuara agar tetap menjadi manusia yang tidak lancang menggantikan peran tuhan. Lewat lagunya Iksan mengajak penikmat karyanya agar tetap menjadi "manusia yang manusia". Malam itu, bukan hanya tentang gelaran keriaan yang dipicu oleh rangkaian tour album Iksan Skuter saja, tapi juga merayakan nalar sehat yang tergerak lewat 'roller coaster' perasaan dari penampilan Iksan Skuter.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar