Jumat, 24 April 2020

.FEAST DAN 'MUSIK PERADABAN' YANG LEBIH KERAS DARI METAL, KATANYA

.Feast kembali jadi perbincangan, namun kali ini bukan karena single atau albumnya, tapi justru karena lontaran sang vokalisnya, Baskara Putra atau beberapa diantara kita mengenalnya dengan nama Hindia. Dalam sebuah wawancara, Baskara memberi satu pernyataan jika salah satu lagu mereka yang berjudul ‘’Peradaban’’ lebih keras dari lagu metal manapun, lengkap dengan tambahan kalimat ‘’geramnya itu sampai kebas, jadi kita udah ngga bisa ngapa-ngapain lagi, dan itu yang keluar’’, ujar Baskara ketika itu. 

Sepintas apa yang Baskara lontarkan nampaknya jadi lumrah terjadi ketika sebuah band (tepatnya seorang frontman) melontarkan pernyataan ‘berlebihan’ tentang bandnya. Dari Britania Raya misalnya, Noel Gallagher pernah memberikan pernyataan jika Oasis adalah band terbaik di dunia dan jauh lebih baik dari The Beatles. Pernyataan tersebut kemudian menuai kontra dari para penggemar The Beatles, dan mungkin menjadi dejavu, ketika mendiang John Lennon juga pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial saat dia berujar jika The Beatles lebih terkenal dari tuhan.

Lain dengan Noel dan John Lennon yang nampak biasa saja dengan pernyataan mereka yang menuai kontra, .Feast atau yang dalam hal ini mengerucut pada Baskara merasa perlu meminta maaf dengan pernyataannya, terlebih ketika pernyataannya tersebut sempat ramai di linimasa si burung biru. Baskara dan .Feast dinilai menyudutkan satu genre musik tertentu, sampai akhirnya beberapa musisi yang bersentuhan dengan genre ini mengistilahkan pernyataan Baskara dengan sebutan ‘musik peradaban’.

Lepas dari itu, belakangan .Feast sering dianggap band yang merepresentasikan anak muda kekinian, dengan lirik bernas, tegas, dan tak jarang langsung menampar permasalahan yang terjadi di Indonesia. Dari mulai tragedi bom Surabaya yang kemudian direspon lewat album Beberapa Orang Memaafkan, lalu ada juga tentang isu represi suatu ormas terhadap acara tari 1000 Gandrung, perihal kebakaran hutan di Kalimantan, atau pun isu perusakan alam seperti yang tertuang di lagu ‘’Tarian Penghancur Raya’’. Beberapa bahkan menilai .Feast sebagai ‘The Next Efek Rumah Kaca’, karena dinilai mampu ‘bersuara’ banyak seperti halnya band Efek Rumah Kaca.

Tidak ada yang berlebihan nampaknya ketika .Feast disandingkan dengan band A B C D dengan semua kemiripan pola musik atau pun personanya. Namun kemudian hal itu jadi sedikit mengganggu kala barisan penggemar .Feast menjadi superior, dan merasa jika yang tidak suka dengan .Feast masuk dalam kaum berselera musik rendahan. Padahal jika bicara musik, pilihan mendengarkan musik adalah selera, dan selera tidak bisa diperdebatkan.

Hal tersebut kemudian mengingatkan pada kemunculan perdana Barasuara beberapa tahun lalu. Seperti halnya .Feast Barasuara juga dinilai merepresentasikan anak muda kekinian dengan musiknya yang dinamis nan aktraktif, barisan personil yang (menurut penggemarnya) keren, dan karenanya banyak penggemar band ini juga menjadi superior. Kejadian yang paling diingat dari ini adalah saat muncul ‘peristiwa polisi skena’.

Istilah ‘polisi skena’ ini muncul ketika salah satu penggemar Barasuara kesal terhadap penonton yang mematung (baca ; kurang apresiatif) saat menyaksikan penampilan Barasuara. Dia mengatakan harusnya para penonton Barasuara lebih apresiatif merespon penampilan Barasuara yang aktraktif. Pernyataannya tersebut kemudian ramai hingga munculah istilah ‘polisi skena’ tadi. ‘’gila ya nonton konser musik aja harus diatur mesti ngapain’’, begitu ujar seseorang yang merespon tentang ‘polisi skena’ ini. Buat yang penasaran, si penggemar tersebut adalah orang cukup berpengaruh di ranah musik Indonesia. Clue ; salah satu jurnalis musik majalah ternama di Indonesia.  

Kembali ke .Feast dengan Baskara sebagai vokalisnya. Belakangan, vokalis yang juga sukses dengan solo Hindia nya ini cukup disorot dengan beberapa pernyataannya, seperti misalnya kritikan dia terhadap orang-orang yang berorientasi pada ekonomi pada saat pandemi seperti ini. Beberapa orang menilai jika kritikannya tersebut kurang elok, karena tidak semua orang mendapat ‘kemewahan’ bisa tetap berpenghasilan meski diam di rumah. Bas kemudian menjadi buah bibir, dan bahkan dicibir oleh beberapa orang. Sialnya lagi, Baskara kadung dianggap ‘nabi’ oleh para penggemarnya, hingga apapun yang terlontar olehnya adalah benar adanya, dan dijadkan ‘rujukan’ oleh penggemarnya. Sampai akhirnya Bas sadar jika tutur tingkah lakunya disoroti hingga dia dan bandnya kemudian membuat video permintaan maaf secara terbuka.

Seperti halnya indie vs major, memperdebatkan genre musik sudah tidak relevan, dan jika masih ada yang mengangkat itu ke permukaan rasanya ‘peradaban’ jadi mundur ke zaman grindcore vs punk rock, Metallica vs Megadeth, Blur vs Oasis, atau pun zaman Limp Bizkit vs Slipknot misalnya. Namun, jika harus balik lagi ke pernyataan awal Baskara soal ''Peradaban lebih keras dari musik metal manapun’’, bisa jadi pernyataan itu benar, namun dengan catatan bukan Peradaban yang lahir dari .Feast, melainkan Peradaban yang datang dari grup musik Zoo dengan album Trilogi Peradaban mereka. Itu pun, meski musiknya lebih ‘keras’ dari metal manapun, Zoo tidak pernah memberikan pernyataan seperti itu. Untunglah Zoo bernyanyi dengan 'mantra', bukan dengan kata-kata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar