Saya percaya jika sebenarnya saya tidak pernah memilih apapun. Selama ini saya hanya diarahkan dari apa yang seharusnya saya pilih. Saya seperti memilih The Beatles sebagai band favorit saya, tapi sebenarnya saya diarahkan untuk memilih itu sebagai band favorit, saya seperti memilih istri saya sebagai pendamping hidup, tapi sebenarnya saya diarahkan untuk memilih dia sebagai pendamping hidup, saya seperti memilih menjadi penulis sebagai profesi saya, tapi sebenarnya saya diarahkan untuk memilih profesi tersebut.
Ayah saya pendengar The Beatles, siapa yang tidak mendengarkan The Beatles? Rasanya semua orang mendengarkan The Beatles, dan kecil kemungkinan saya tidak tahu lagu-lagu The Beatles. Sampai akhirnya saya seperti memilih The Beatles karena setiap saya mendengarkan lagu dari band lain selalu kembali pada band ini. Suatu hari The Beatles saya temukan dalam bentuk buku kumpulan lagu-lagu The Beatles di rumah seorang teman. Lama saya tidak mendengarkan The Beatles akhirnya karena buku itu jadi mendengarkan lagi.
Suatu hari seorang teman di facebook, Harlan Boer menyatakan tertarik dengan tulisan saya dan menawari saya untuk menulis resensi album ''Rubber Soul'' dari The Beatles. Lama tidak mendengar The Beatles akhirnya karena dia meminta saya menulis resensi album tersebut, saya jadi mendengarkan lagi The Beatles. Hari ini, sepuluh tahun sejak Harlan Boer meminta saya menulis resensi album The Beatles, saya secara random nonton film berjudul ‘’Yesterday’’, yang ternyata bercerita tentang lagu-lagu The Beatles. Karenanya, saya kembali mendengarkan The Beatles. Saya seperti tidak pernah lepas dari lagu-lagu The Beatles. Saya seperti memilih The Beatles, padahal sebenarnya saya diarahkan untuk terus mendengarkan The Beatles. Kuartet dari Liverpool ini seperti bagian dari lingkaran hidup saya.
Kemudian tentang love life. Saya bertemu istri saya dan kemudian nyambung karena ngomongin musik, dan itu juga jadi alasan kenapa saya seperti memilih musik sebagai dunia saya, padahal sebenarnya saya diarahkan untuk memilih musik sebagai dunia saya. Karenanya, obrolan pertama dengan istri saya juga tentang musik. Menjalani hubungan selayaknya orang lain, kami juga kerap berselisih paham dan memutuskan berpisah. Seperti The Beatles yang selalu hadir di hidup saya, istri saya ini juga tidak bisa lepas dari hidup saya. Beberapa kali kami dipertemukan dalam keadaan sudah bukan pasangan. Karenanya, kami kembali menjalani hubungan. Sampai akhirnya dia menjadi istri saya, saya seperti memilih dia sebagai pendamping hidup, padahal saya diarahkan untuk memilih dia. Lingkaran hidup saya menghendaki dia sebagai pendamping hidup saya.
Pertama kali senang menulis sejak SD karena di rumah banyak buku-buku puisi yang sering dibawa ibu saya. Karena ibu saya guru, di rumah saya banyak sekali buku dan keluarga saya juga langganan majalah sama koran. Saya banyak membaca meskipun hanya membaca yang saya suka saja, ngga pernah punya dorongan buat riset sesuatu dengan membaca. Membaca buat saya karena saya ingin bukan karena harus. Output dari membaca pastinya menulis, karena dengan menulis saya bisa mengingat apa yang saya baca. Karena tidak dianugerahi nyali yang besar saya kurang bisa berbaur dengan banyak orang, dan pelariannya ya dengan membaca. Karena kebanyakan membaca akan membuat overthinking, maka agar kembali stabil saya kerap menuliskannya.
Karena sering menulis saya kemudian dipercaya untuk jadi jurnalis di sebuah media lokal. Sejak saat itu saya seperti memilih menjadi penulis sebagai profesi saya, padahal saya diarahkan untuk menjadi penulis. Jalan saya sebagai penulis sangat dimudahkan, sampai suatu hari saya tidur-tiduran dan teman saya menawari saya menjadi penulis di kantor tempat dia bekerja. Mendapat upah dari hasil tulisan membuat saya yakin memilih penulis sebagai profesi, padahal saya diarahkan memilih ini karena menulis sudah secara natural saya lakukan sejak dulu. Lingkaran hidup saya menghendaki saya menjadi penulis, yang sejalan dengan karakter saya yang kurang suka berbaur dan sering malas bergerak. Membaca, melamun, dan menulis jadi combo menarik buat saya, dan setiap hari saya lakukan. Tadinya ada bermusik, tapi sekarang tidak lagi, selain mendengar musik karena tuntutan pekerjaan. Balik lagi, bahkan musik pun cuma sebuah cara yang mengarahkan saya untuk menulis. Karena ujung dari bermusik atau mendengar musik adalah saya yang kemudian menulis musik.
Hidup itu jadi mudah karena sebenarnya sudah ada arahan. Kemudian menjadi susah ketika saya tidak mengikuti arahan itu. Saya diarahkan untuk jadi penulis dan mendapat uang dari sana, tapi kemudian saya bisnis clothing dan kemudian mengalami kebangkrutan, lalu bisnis makanan dan bangkrut juga. Hidup jadi susah buat saya. Lalu kemudian saya kembali menulis dan kemudahan itu kembali saya dapatkan.
Hidup itu jadi mudah karena sebenarnya sudah ada arahan. Kemudian menjadi susah ketika saya tidak mengikuti arahan itu. Saya diarahkan untuk jadi penulis dan mendapat uang dari sana, tapi kemudian saya bisnis clothing dan kemudian mengalami kebangkrutan, lalu bisnis makanan dan bangkrut juga. Hidup jadi susah buat saya. Lalu kemudian saya kembali menulis dan kemudahan itu kembali saya dapatkan.
Saya jadi percaya jika saya tidak pernah memilih apapun. Saya juga tidak pernah mengambil keputusan apapun, karena semuanya sudah diarahkan dan saya tinggal mengikuti arahan itu. Saya pernah tidak mengikuti arahan itu dan akhirnya tersesat. Saya juga pernah berada di luar lingkaran hidup saya, dan sama, jadi tersesat. Mengimani Tuhan jadi masuk akal buat saya, karena saya butuh pegangan. Saya juga meyakini jika apa yang terjadi memang sudah dituliskan dan diarahkan. Semuanya jadi biasa saja buat saya, kecuali Tuhan yang makin saya kagumi karena caranya menulis tentang hidup saya. Caranya menulis begitu kompleks, dan bahkan bisa memberikan kebahagiaan ditengah kesedihan, dan bisa memberi kesedihan ditengah kebahagiaan. Hebatnya lagi, saya tidak bisa membantah, dan tidak perlu membantah juga, karena Dia mencintai saya, maka dia tahu apa yang terbaik untuk saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar