Jumat, 06 Mei 2022

LEBARAN 1443 H/2022

Saya selalu sependapat dengan pernyataan tentang hari lebaran yang berbanding lurus dengan suka cita. Rasanya memang setiap hari lebaran selalu diisi dengan suka cita, terlebih ketika momen bersama keluarga. Katanya, harta yang paling berharga itu keluarga. Setuju sih. Ya mau gimana lagi, memang pada akhirnya semua orang akan ‘pulang’ ke keluarganya. Tahun lalu, adik saya ‘pulang’ ke keluarganya, setelah lebih kurang sepuluh tahun dia ‘pergi’ dengan dunianya sendiri di dalam kamar. Tahun lalu, hari lebaran menunjukan keajaibannya lewat adik saya.

Seperti tahun lalu dan tahun tahun sebelumnya, lebaran selalu memberikan keajaibannya. Sedikit kilas balik pada tahun 2004 ketika saya SMA. Kala itu saya protes karena tidak ingin sekolah SMA, dan hanya ingin sekolah musik. Papa tidak setuju, sampai akhirnya saya kabur ke rumah nenek di luar kota Bandung. Sekian lama disana, sampai akhirnya saya menemukan kehangatan keluarga kembali pada hari lebaran. Sujud meminta maaf sama papa, sampai akhirnya papa mengalah dan menyekolahkan saya di sekolah musik.

Gobloknya saya, setelah papa mengalah untuk mengikuti keinginan saya sekolah musik, malah sekolah saya kacau balau. Sanggahannya sih saya beralasan jika sekolah musik ternyata membuat saya membenci musik, karena ternyata bayangan saya akan dunia musik dan ‘how to become musician’ tidak tergambarkan disini. Maklum, referensi saat itu Green Day dan band-band punk 'suka suka', sedangkan di sekolah semua murid tekun ngulik Dream Theater, dengan semua keribetan rock progresif-nya. Ada gap antara selera/idealisme bermusik saya dengan pola pengajaran di sekolah ahahaha, maklum masih muda dan sok tahu. Alibi saya mungkin kuat, tapi tidak bisa dibenarkan juga, karena disana ada hati orang tua yang saya kecewakan.

Hampir dua puluh tahun setelah itu, peran ayah saya jalani di setiap hari lebaran selama lima tahun terakhir. Termasuk tahun ini, ketika keluarga kami kedatangan anggota baru lagi. Anak saya, perempuan bernama Nadja Kirana Shahia. Bayi cantik bermata sipit ini menjadi keajaiban lebaran tahun ini, karena bisa dibilang dia kemudian menjadi magnet bagi saudara-saudara saya untuk mengunjungi keluarga kami. Dua tahun tidak bertemu karena terhalang pandemi, akhirnya lebaran tahun ini keluarga (lumayan besar) ini memberanikan diri untuk bersilaturahmi. Salah satu alasannya nengok si bayi mungil itu tadi.

Berkumpul bareng keluarga tentu saja menyenangkan, karena bagaimana pun juga (IMHO) keluarga satu-satunya yang bisa menerima kita apa adanya. Bisa menjadi diri sendiri tanpa pretensi apapun. Bisa ngobrol apa aja, tanpa embel-embel ‘obrolan pekerjaan’. Maklum, baik di lingkungan pertemanan (terlebih di kantor) atau pun lingkungn rumah, obrolan kerap berkutat soal pekerjaan. Saya tidak suka membicarakan pekerjaan, meski di blog ini sering saya tulis sebagai sebuah pencapaian, hanya untuk mengukur sejauh mana saya melangkah. Dari mulai nulis iseng di warnet, sampai sekarang menjalani profesi sebagai penulis, editor, penyiar, scriptwriter, kurator, bahkan yang paling absurd ; menjadi juri (lapis pertama) untuk kompetisi Wacken Metal Battle Indonesia. Semuanya saya jalani, karena secara naluri laki-laki itu bekerja dan menjemput rezeki, tapi, membahas pekerjaan bukan obrolan yang saya suka, karena terkadang saya suka punya cara sendiri dalam bekerja. Rasanya sulit untuk bisa kerja tim. Maklum, Aquarius mah idealis hahaha naon atuh. Tapi ya lepas dari itu, intinya sih hari lebaran itu selalu berbanding lurus dengan suka cita dan cinta. Bersuka cita, berbahagia dengan orang-orang yang kita cinta. 

Jadi inget film Coco, di mana peran keluarga diberi highlight cukup penting di film itu. Sampai akhirnya satu persatu anggota keluarga ‘pamit’ dan kita yang ditinggalkan mengenangnya sebagai sebuah bagian dari diri kita. Saya tidak mungkin melepaskan ayah saya dari diri saya. Lebih dari sepuluh tahun dia pamit, tapi sosoknya selalu ada buat saya. Di darah saya mengalir darah dia, dan pada setiap pencapaian saya dalam hidup ada peran besar dia sebagai ayah yang membesarkan saya. Kali ini, giliran saya yang mengemban tugas itu untuk membesarkan dua anak saya.

Lebaran mungkin sudah bukan ‘milik’ saya lagi ketika menghubungkan itu dengan romantisme masa kecil. Tidak mungkin mengulang waktu untuk merasakan kembali suasana hangat di rumah nenek dengan sepupu-sepupu, menggelar kasur di ruang tengah, cerita-cerita bareng sepupu dan bergadang karena salah satu dari kami menceritakan cerita horor. Suasana seperti itu tidak mungkin saya ulang dan hanya bisa saya simpan dalam ingatan saja. Kali ini saya biarkan lebaran menjadi milik anak saya dan sepupu-sepupunya. Jalan-jalan ke rumah saudara, atau berwisata di sekitaran Bandung. Sepertinya hal tersebut akan disimpan rapi dalam ingatan anak saya. Khususnya si koko kecil yang kelihatan excited saat jalan-jalan bareng om-om nya.

Terima kasih untuk waktu yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Semoga suka cita lebaran menjadi milik semua orang, serta semoga ada banyak cinta yang bisa kita bagikan. Big love from The Wiradi's

Banjaran, 6 Mei 2022


Tidak ada komentar:

Posting Komentar