Lebih kurang lima tahun nulis di media DCDC pastinya ada banyak banget lagu yang saya dengerin. Setiap harinya ada banyak press release yang masuk ke redaksi yang mau karyanya saya naikin di website DCDC. Kesempatan mendengarkan lagu kemudian makin intens ketika saya juga menjadi kurator untuk artikel DCDC Playlist Of The Week sekaligus jadi produser untuk program DCDC Chart di DCDC Radio.
Karena DCDC itu konteksnya lagu-lagu
‘indie lokal’, jadi 100 persen lagu-lagu yang saya dengar selama lima tahun ini
juga semuanya berasal dari Indonesia. Dan itu menyenangkan sekaligus membuka perspectif
tersendiri soal geliat musik lokal selama lima tahun belakangan ini. Jadi kalo
ada yang bilang musik Indonesia ga ada perkembangan atau ‘gini-gini aja’ itu
mah sudah dipastikan tidak mengikuti geliat skena musik lokal, khususnya –so
called- indie. Ada banyak banget sebenarnya, dan menariknya tidak hanya
berpusat di kota-kota besar kaya Jakarta atau Bandung saja, tapi merata, bahkan
ada satu band asal Samarinda dan Makassar yang saya suka banget.
Nah, dari ribuan lagu yang saya
dengar setiap harinya, setidaknya ada 13 lagu yang benar-benar nempel di kepala
saya. Pilihan ini jelas subjektif karena 13 lagu ini masuk dalam selera saya
dalam menyimak musik. Kenapa 13 lagu? Tidak ada alasan khusus sih, cuma memang
pas niat nulis ini, 13 lagu ini lah yang ada di pikiran saya. Lagu apa saja? check it out.
OSCAR LOLANG – “EASTERN MAN”
Seumur hidup saya setidaknya saya
hanya menggemari dua lagu berformat akustik yang benar-benar masuk selera saya;
yang pertama lagu “Mr. Tambourine Man” dari Bob Dylan, dan yang kedua lagu “Good
Riddance (Time Of Your Life)” dari Green Day. Saya jarang suka musik-musik
berformat akustik. Sampai akhirnya Oscar Lolang datang dengan lagu “Eastern
Man” nya. Secara ‘nafas’ lagu ini mengingatkan saya pada Dylan, namun dengan kekhasan
Oscar tentu saja. Liriknya sangat berani menuliskan aparat sebagai tokoh
antagonis di lagu ini. Ditambah suara dan pembawaan/cara bernyanyi Oscar yang
getir dan seperti menahan amarah di lagu ini, hingga sanggup membakar nyali
siapapun yang mendengarnya untuk berjalan beriringan melawan ketimpangan,
bahkan untuk seseorang dengan nyali kecil seperti saya.
Fun Fact: saya pernah bertemu Oscar dan mewawancarai dia untuk program
DCDC Musik Kita di GTV. Uniknya, Oscar punya sisi lucu ketika dia ternyata hobi
menirukan gaya bicara musisi lain, seperti misalnya Acin ‘The Panturas’ atau vokalis
Loner Lunar, Kane.
MURPHY RADIO – “SPORTS BETWEEN TRENCHES”
Sebelumnya saya tidak pernah tahu
apa itu math rock, sampai akhirnya press release dari band asal Samarinda ini muncul
di meja redaksi. Yang saya pikirkan ketika pertama kali mendengarkannya seperti
mendengar band-band progresif rock namun tanpa distorsi. Menjadi menarik karena
dengan ketukan/birama yang terus berubah, teknik singkup dimana-mana, sampai teknik
gitar taping yang jadi senjata utama di lagu ini begitu harmonis terdengar,
meskipun tanpa isian vokal. Rasanya seperti ketika saya mendengarkan musik post
rock untuk pertama kali. Langsung jatuh cinta meski tanpa lirik dan vokal,
karena musik semacam ini sanggup membangun suasana. Menyenangkan melihat mereka
bermain musik. Meski terdengar rumit namun masih bisa dinikmati.
LEFTYFISH – “MEAT VS GINGER”
Suatu hari saya pernah berkunjung
ke rumah teman, dan diperdengarkan dengan lagu-lagu At The Drive-In. Gila
eksplorasi musikalnya rumit dan keren banget. Tapi meski begitu saya menangkap masih
ada pola yang mereka buat dalam musik rumit yang mereka hadirkan. Sampai
akhirnya ada band asal Jogja bernama Leftyfish
yang meneror dengan lagu “Meat VS Ginger” nya ini. Gilanya lagi, teror mereka
kemudian bertambah tidak masuk akal kala mereka merilis album ‘HELLO KITTIE'S
SPANK’. Musiknya benar-benar tidak bisa ditebak dan penuh teror dimana-mana,
seperti ketika kita sedang diburu pembunuh bayaran yang siap menghujamkan golok
di leher kita. Lagu ini tidak memberi kita ruang untuk bernafas. Karena setiap
detiknya selalu dihujani dengan kejutan.
Fun Fact: saya pernah dikasih CD ‘HELLO KITTIE'S SPANK’ oleh gitaris
Leftyfish, Halim Budiono. Cover artworknya menarik dan bahkan terpilih menjadi “Lima
Sampul Album Terkeren 2018 Versi DCDC”, karena berhasil menghadirkan teror yang
uniknya diwakili lewat gambar-gambar karakter boneka lucu yang dikombinasikan
dengan gergaji mesin, kapak, golok, serta ceceran darah dimana-mana.
DENISA – “19”
Jujur saja, salah satu bahan
obrolan saya dengan istri saya ketika masih berpacaran itu ngomongin Frou Frou
atau Imogen Heap. Kami menggemari lagu-lagunya. Saya tidak pernah kepikiran
kalau sampai ada musisi lokal yang bisa mengingatkan saya pada Frou Frou atau
Imogen Heap. Yup, Denisa sanggup mengingatkan saya pada kekhasan Frou Frou atau
Imogen Heap namun dalam konteks lokal, yang pastinya tidak kalah bagus, dan
malah dalam beberapa isian musiknya terdengar lebih baik. Jika ada
pertanyaan tentang seperti apa musik modern harus disajikan, saya pikir jawabannya
ada di lagu-lagu Denisa. Balutan elektronik yang cukup kentara bertemu dengan
warna vokal Denisa yang sanggup menjadi candu itu jadi satu kenikmatan
tersendiri sih. Eargasm. Selain lagu “19” ini, ada satu lagu lagi dari Denisa
yang terdengar canggih banget ketika dia berkolaborasi dengan Mothern di lagu “Circles”.
.FEAST ft RAYSSA DYNTA – “PEMAKAMAN/BERITA KEHILANGAN”
Lagu ini canggih sih menurut
saya. Ya, lepas dari band ini yang kerap dicap terlalu ingin terlihat
‘berwacana’ atau bahkan pretensius, saya kayaknya harus mengakui kalau band ini
punya banyak energi untuk membuat musik rock yang eksploratif. Detail isian
musik yang mereka buat sering memberi kenikmatan tersendiri di kuping saya,
termasuk isian gitar di lagu ini. Banyak detai-detail kecil yang seru untuk
disimak.
GLASKACA – “ATOM”
Saya pikir band ini isinya
produser-produser musik handal semua, karena jika dilihat dari komposisi,
aransemen, dan produksi musik terdengar canggih. Setidaknya, ada dua nama yang
cukup dikenal sebagai produser musik handal di tanah air. Dias Widjajanto alias
Tradeto dan Rayhan Noor yang bisa dibilang banyak menjadi aktor intelektual
dibalik lagu-lagu rilisan Sun Eater. Tidak heran jika produksi lagu ini juga
pada outputnya terdengar bagus. Tidak selamanya memang produksi musik yang
bagus bisa menghasilkan output yang juga bagus kalau lagunya tidak ‘berbicara’
tentang sesuatu yang bisa meresap dalam hati dan pikiran pendengarnya. Namun
untuk Glaskaca, mereka punya paket komplit di karyanya ini.
LONER LUNAR – “WAR IN MY MIND”
Sinematik. Itu mungkin yang bisa
saya gambarkan dari musik Loner Lunar. Vokalnya Kane benar-benar menghanyutkan di
lagu ini, bahkan di semua lagu-lagu Loner Lunar, termasuk ketika band ini
berkolaborasi dengan Hindia di lagu “Fin”. Musik yang mereka buat dapat dengan
mudah memancing imajinasi kita untuk menghubungkannya dengan sebuah film.
Mereka bisa menempatkan musiknya jadi sajian yang megah dan naik turunnya seru,
sampai akhirnya ketika Kane menyanyikan bagian kata/lirik “war in my mind” itu
klimaks sih.
HINDIA ft RARA SEKAR – “MEMBASUH”
Secara karakter kayaknya saya
kurang suka dengan pembawaan Baskara hahaha, namun sialnya secara karya saya
merupakan salah satu penikmat karyanya, dari mulai .Feast, Hindia, bahkan Lomba
Sihir. Sejauh pendengaran saya soal Hindia, saya pikir lagu ini yang paling
nempel. Alasannya? Tentu saja karena liriknya dan ada Rara Sekar nya. Saya
memang penggemar Rara Sekar, jadi ketika dia jadi ‘tamu’ di lagu ini, itu udah
pasti saya suka sih hahaha. Sesederhana itu sebenarnya.
THE SUGAR SPUN – “WAR”
Dengerin The Sugar Spun kaya
dengerin Glaskaca. Bukan soal jenis atau warna musiknya, tapi cara mereka memproduksi
lagunya yang sangat rapi dan bagus. Sama kaya Glaskaca juga, band ini juga
diisi sama produser-produser handal, jadi ga heran kalo kepekaan mereka meramu musik
terbilang jempolan. Selain musik, lirik lagu ini juga menarik karena mereka
menganalogikan perang dengan konteks perang di dalam pikiran menerka apa yang
dirasakan si pujaan hati. Klasik tapi nyatanya cerita seperti itu selalu
menarik untuk diangkat ke permukaan hahaha.
Fun Fact: saking sukanya dengan produksi rekaman mereka, saya bahkan
menghubungi salah satu personil The Sugar Spun, Ghidaf untuk memproduseri lagu
saya. Gayung bersambut dan tinggal menunggu waktu saja. Semoga dan amin.
PORTREE – “PERIWINKLE”
Secara personal saya kenal betul
dengan vokalis di band ini, karena memang kita sama-sama menggawangi program
DCDC Chart, di mana dia jadi penyiar dan saya jadi produser. Lucunya, sebelum
dia merilis lagu ini dia kerap tidak PD dengan materi lagunya dan sering banget
kirim draft lagu ke saya. Sampai saya pikir ketidak-PD-an dia tidak beralasan
karena materi lagu bandnya ini bagus dan ngepop banget. Kayaknya dia lebih
cocok nyanyi di lagu-lagu kaya gini, dibanding dengan band rock dia sebelumnya,
hahaha. Oh iya, nama vokalis band ini Rama. Orang lebih mengenal dia sebagai MC
dan orang radio OZ.
SUMMERLANE – “SWEET ESCAPE”
Jujur saya cape dan getek sendiri
dengan tagar make pop punk great again yang isinya band-band pop punk ga jelas
dan lagunya ngga ada yang enak. Sampai disatu titik saya pikir pop punk
kayaknya memang udahan dan tidak berhasil melahirkan band bagus lagi ke
permukaan. Ternyata saya salah, karena lagu “Sweet Escape” dari Summerlane ini
jadi pengecualian. Bagus banget ini lagunya. Catchy dan asik banget. Musik
bagus vokal bagus, dan mengingatkan saya pada era dimana saya begitu menggemari
musik-musik semacam ini.
3PM ON THE ROOFTOP – “MALAM”
Lupa pastinya tahun berapa, tapi
kayaknya sekitar tahun 2010 lah saya sangat menyukai sebuah band asal Bandung
bernama Hollywood Nobody. Musiknya seru, karena menyajikan musik bossanova,
jazz, dan pop dengan balutan yang sederhana namun ngga gampang juga buat
dimainin. Setelah itu, ada juga band Hightime Rebellion yang juga saya gemari. Lama
absen dari ‘kancah’ saya rupanya merindukan band-band seperti dua band tadi,
sampai akhirnya 3PM ON THE ROOFTOP mengobati kerinduan saya akan musik-musik ‘lembut’
semacam itu. Selalu menarik dan melenakan untuk dinikmati di sepertiga malam.
PERUNGGU – “CANGGIH”
Ini sih yang satu tahun
belakangan banyak orang perbincangkan. Seperti judul lagunya, musik yang mereka
sajikan juga canggih. Ada warna Sheila On 7 disana, namun dengan sedikit
mengesampingkan blues rock yang kental ala Sheila On 7 (Eross sih khususnya) dan
menggantikannya dengan suguhan musik alternatif yang agresif. Jadilah lagu “Canggih”
ini. Satu tahun belakangan ini memang
band ini lah yang paling nyolong. Best wishes buat Perunggu.
Itu aja sih kayaknya. Masih sangat banyak sebenarnya lagu-lagu bagus yang saya dengerin selama lima tahun nulis di DCDC. Kayakya bakalan kangen sama rutinitas ini, dari mulai membaca press release di email, mengkurasi lagu-lagu buat masuk di Playlist Of The Week dan DCDC Chart, sampai mewawancarai band-band yang saya suka. Saya ngga tahu apa bakal nerusin kerjaan nulis-nulis artikel musik seperti di DCDC atau ngga. Tapi kayaknya untuk beberapa waktu ke depan saya istirahat dulu dari nulis artikel musik.
Terima kasih coklatfriends yang sudah menyimak artikel-artikel yang saya tulis selama saya di DCDC. Semoga bisa memberi secercah kebaikan, baik dari tulisan atau perspectif yang saya tuliskan atau pun dari lagu-lagu yang saya pilihkan sebagai referensi musik dari musisi/band band yang ada di tanah air. Saya pamit ya, see u ❤
Tidak ada komentar:
Posting Komentar