Oasis reuni! Berita itu berseliweran di beranda sosial media beberapa waktu belakangan ini. Mendengar berita itu, ingatan saya jauh mundur ke belakang ketika pertama kali mendengarkan lagu Oasis pas SMP (mungkin sekitar usia 15 tahun). Waktu itu sebenarnya saya tidak terlalu tertarik dengan Oasis. Sebaliknya, saya justru lebih menggemari 'rival' mereka saat itu, Blur. Kenapa? karena saya pikir musiknya Blur lebih seru, berwarna, dan eksploratif. Ditambah waktu itu saya lagi seneng-senengnya main bass, dan menurut saya permainan bass Alex James, Blur sangat menarik. Berbeda dengan Oasis yang jujur saja secara musik biasa saja.
Saya pikir tidak perlu kemampuan bermusik yang istimewa untuk bisa memainkan lagu-lagu Oasis. Sampai akhirnya ketika berita Oasis reuni ini muncul di beranda sosial media, saya mulai iseng dengerin lagi lagu-lagu Oasis, dan ternyata saya merasakan hal yang berbeda dengan saat pertama kali mendengarkan Oasis pas zaman SMP dulu.
Dulu saya pikir musiknya Blur lebih mewakili ‘jiwa’ remaja saya dengan semua eksplorasi musikal yang Blur tawarkan, sampai akhirnya saya ada di titik ini, di usia menjelang kepala empat, saya menemukan keterikatan cukup kuat dengan lagu-lagu Oasis. Lagu-lagu seperti “Live Forever” hingga “Champagne Supernova” begitu terasa dekat dengan hidup saya.
Misalnya saja lagu “Live Forever” yang diakui oleh Noel dan Liam merupakan sebuah lagu yang dibuat untuk ibu mereka. Satu hal yang kemudian terasa dekat dengan hidup saya ketika satu-satunya orang terkasih yang masih ‘tersisa’ hanya ibu saya. Dengan semua cerita dan pengalaman ditinggalkan banyak orang terkasih yang harus ‘pulang’ duluan, rasanya satu-satunya yang ingin saya minta adalah bisa hidup selamanya dengan ibu saya.
Maybe you're the same as me
We see things they'll never see
You and I are gonna live forever
Sebuah lagu manis yang dipersembahkan untuk orang yang hanya satu level saja di bawah Tuhan.
Lalu kemudian saya beralih pada lagu “Champagne Supernova”, di mana Liam membukanya dengan lirik
How many special people change?
How many lives are living strange?
Ada begitu banyak orang spesial yang kemudian terlintas di kepala, yang saat ini menjadi orang yang berbeda. Kita tidak lagi membicarakan hal yang sama, karena haluan sudah berpindah. Kita sama-sama mencoba membunuh mimpi kita setiap harinya, menjalani hidup hanya untuk hidup, bukan untuk menghidupkan mimpi. Mungkin itu yang membuat ini terasa melelahkan, karena kita menulis cerita di buku orang lain, bukan di bab seharusnya kita menulis. Kemudian kita tersadar dan ingin kembali menulis di buku kita, namun kita lupa kalau bukunya sudah kita bakar.
Dengan semua drama dan kontroversinya, rasanya Oasis memang hidup di banyak hati penikmat karyanya. Mungkin benar kalau kita tidak perlu kemampuan bermusik yang istimewa untuk bisa memainkan lagu-lagu Oasis, karena rasanya hampir semua orang bisa memainkannya. Tapi untuk bisa membuat lagu-lagu seperti Oasis, mungkin hanya Noel dan Liam yang bisa. Membuat lagu yang terus hidup di hati penggemar, seberapa pun menyebalkannya dua kakak beradik ini. Dua orang kakak beradik yang mesti sering ditampilkan media saling membenci ini, nyatanya saling mengagumi satu sama lain.
Dalam sebuah wawancara, Liam pernah berujar jika dia mengagumi lagu-lagu sang Kakak. “Saya gak butuh band lain, saya gak butuh apapun selain The Beatles dan dia (Noel). Saya tidak menulis lagu di band, karena saya penggemar dia (Noel)”. Sementara itu, Noel juga mengakui jika sosok Liam lebih cocok menjadi representasi paling pas dari citra yang ingin ditampilkan Oasis. Satu hal yang rupanya diamini pula oleh banyak media ketika Liam dilabeli sebagai rockstar terakhir yang ada di dunia. Selain karena kekhasan warna vokal dan gaya bernyanyi Liam, hal ini merujuk pada karakter, pembawaan, serta citra Liam yang masih erat dengan citra rockstar zaman dulu yang erat dengan kontroversial.
Menarik pula untuk dicatat ketika Gallagher bersaudara ini ditanya tentang tanggapan mereka akan citra sombong yang melekat pada keduanya. Menjawab hal itu Noel berujar jika semua itu bukan tentang dirinya atau pun Liam, tapi jika kamu membuat lagu seperti “Live Forever” atau “Supersonic” kamu gak bakal tersentuh, dan hal itu yang membuat mereka menjadi hebat. “ya kita band terhebat di Inggris”, ujar Noel. Senada dengan Noel, Liam berujar jika Oasis lebih hebat dari Echobelly, Suede, atau pun Blur, bahkan jika lagu band-band ini digabungkan lagu Oasis masih tetap lebih baik dibanding itu, ujar Liam.
“Ini semua tentang lagu yang bagus, dan kita punya itu. Noel menulis lirik lagu yang bagus dibanding dengan lagu-lagu yang ada (lalu Liam mencontohkannya dengan lagu “Boys & Girls” milik Blur). Apakah lagu seperti itu bisa menarik orang untuk berpikir cerdas?”, ujar Liam.
Meski terdengar sombong, sialnya memang sulit untuk menyangkal jika lagu-lagu Oasis itu bagus. Satu hal yang kemudian saya sadari lewat lagu “Live Forever” dan “Champagne Supernova” tadi.
Kini mereka berdua berkumpul kembali dan berencana membuat tur reuni Oasis. Entah ada alasan apa dibalik reuni band ini. Entah karena bisnis (baca: uang), atau memang keduanya memang ingin memulai babak baru sebagai partner bermusik, atau mungkin mereka ingin memperbaiki hubungan sebagai saudara kandung. Tidak ada yang tahu pasti selain mereka. Namun soal ini dalam sebuah kesempatan wawancara, Liam pernah berujar jika dia ingin memperbaiki hubungannya dengan sang kaka demi ibunya. Dengan semua kontroversinya, nyatanya di tubuh dua orang yang sering dikabarkan saling membenci ini mengalir darah yang sama, dan pada akhirnya keduanya juga pulang ke rumah yang sama (baca: Oasis).
Oasis > Blur hahahaha
BalasHapusbagus dua duanya kak hihihi
Hapus