Rabu, 30 Januari 2013

SEPEREMPAT ABAD SUDAH

Sampai juga di titik ini.

Pagi yang ke 9125 kalinya, jika perhitungannya 365 hari dalam setahun. Ada pagi yang di syukuri, ada pagi yang kurang di syukuri (maafkan hamba ya Allah). Dan pagi ini termasuk pagi yang di syukuri, karena masih diberi kesempatan untuk bisa merasakan pagi ke 9125 ini (jika memang perhitungannya benar 1 tahun 365 hari).

Lepas dari itung-itungan hari. Sebenarnya pagi ini biasa aja sih. Ga ada yang special bagaimanaa gitu. Hanya saja menurut perhitungan tanggal dan bulan, kebetulan hari ini tepat 25 tahun yang lalu saya lahir ke dunia yang apa banget ini. Pas lahir katanya saya ga nangis, dan malah papa saya yang nangis karena terharu betapa dia telah jadi lelaki yang sempurna dengan mempunyai anak. Gitu sih menurut ibu saya ceritanya.

Sekarang saya ada disini. Menatap layar monitor komputer dan berniat mengucapkan syukur atas semua yang pernah terlewati selama 25 tahun ini. Terima kasih masih diberi kesempatan untuk bisa lebih banyak belajar tentang apapun. Membaca tentang apapun. Menulis tentang apapun. Ya intinya kan cuma gitu. Tinggal mengaplikasikannya gimana. Apakah sejalan apa yang dipelajari dengan apa yang dijalani. Dan tambah kesini memang hidup menuntut untuk lebih peka agar saya bisa merasa. Merasa agar tau jika diri ini tidak selalu benar. Merasa jika diri ini kadang salah dan harus bisa memperbaikinya. Sejauh tulisan ini sampai dimana saya menulis ini, masih klise sih. Ya intinya ketika saya salah maka saya harus memperbaikinya, ketika dikasih kesempatan maka saya harus mempergunakannya sebaik mungkin.

Tuhan begitu baik dengan masih diberikannya saya udara hingga hari ini, di pagi yang ke 9125 ini. Ibu saya masih begitu baik dengan masih percaya jika suatu hari saya tak hanya akan bernyanyi di kamar saja, tapi di panggung yang besar juga. Dan sekarang ditambah sang ‘teman hati’ yang baik, yang masih (mau) ngasih kesempatan saya untuk bisa jadi lebih baik. Untuk bisa lebih wise, lebih ngemong, lebih bisa mempertanggung jawabkan dua angka yang tertera dalam biodata diri saya jika ditanya umur berapa.

25 tahun? Iya seperempat abad. Gila 666 abis kalo kata si panda mah. Ngapain aja di umur segitu? Selain nulis, main musik, dan tidur-tiduran sih ga ada kayakanya. Nah itu dia yang ingin dimulai dari sekarang jika hidup sudah bukan tentang saya seorang. Saya sudah tidak lagi menjadi cowok, tapi sudah menjadi Pria. Cowok mah hidupnya buat hari ini aja, sedangkan pria buat besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, dua tahun, tiga tahun, jauuuuh ke depan. Tanggung jawab jadi tambah besar, tuntutan dan segala macamnya tambah banyak. Meskipun itu tidak saya suka, tapi saya harus menjalaninya. Karena...hhmmm apa ya? Karena seperti saya bilang tadi, sekarang bukan hanya tentang saya seorang. Ada pertanggung jawaban dari saya yang bagaimana seharusnya seorang anak berbakti dan menjadi mandiri di usia yang terbilang bukan abg lagi meskipun belum bisa dikatakan tua juga. Tapi ya dewasa lah. Ada pertanggung jawaban tentang hubungan saya dengan sesama manusia lainnya sebagai makhluk sosial. Bagimana seharusnya bersikap, bagaimana seharusnya menghargai sekeliling saya. Dan banyak lagi lainnya yang memang mau tidak mau saya berada dalam suatu lingkungan yang menuntut saya, meskipun saya ga suka dituntut. Tapi ya ini bukan dunia saya. Dunia saya bukan disini dan baru dimulai malam hari dalam mimpi bernama Absurd Paradiso atau Milo Volvo. Tapi ya sudahlah saya juga ga mau ngeluh tentang betapa dunia/realita menuntut saya banyak hal. Jalani saja, saya ga mau kalah.

Menyeimbangkan idealis dan realistis, mengalahkan ego atau menuruti ego. Semuanya memang saya putuskan sendiri mau jadi seperti apa. Tapi mengingat bagaimana seharusnya saya bersikap di umur yang sekarang sepertinya memang mesti berpikir dua kali dalam semua hal. Tidak bisa mengikuti nalar yang terlahir dari pikiran sesaat. Semuanya harus benar-benar matang. Ughwehgigh (…….) Baiklah tulisan ini menjadi klise lagi karena pemahaman akan bagaimana seharusnya menjadi pribadi yang baik seperti yang dibilang motivator.

Idealnya : saya ingin nulis buku yang benar-benar beda, yang mungkin susah dimengerti orang, tapi saya suka memainkan logika orang.
Realistisnya : mana ada orang yang mau beli buku kaya gitu. Buat disuruh baca aja orang sebenarnya udah males. Apalagi disuruh baca sambil mikir. (konteksnya typical orang disini ya)
Idealnya : saya ingin bikin musik yang bising, sangaaaat bising hingga memekakan telinga.
Realistisnya : dengan padanan harmoni yang bagus pun orang belum tentu mau beli cd nya (konteksnya jika musiknya belum punya nama) apalagi yang bising.

Nah mungkin buat kedepannya saya akan banyak berhubungan dengan yang kaya gitu-gitu. Akan ada banyak kompromi, mengingat saya bukanlah bagian dari keluarga soeharto atau bakrie yang bisa se-enak-enaknya ngobok-ngobok Indonesia (kenapa jadi keisni ya?). Akan banyak keputusan yang memang harus diambil dengan langkah yang benar-benar matang dan bukan hanya baik buat diri saya sendiri, tapi juga baik dan menyangkut orang lain di sekeliling saya seperti keluarga, teman, dan ‘teman hati’.
Tapi selama ada kemauan disitu pasti ada jalan sih. Setidaknya itu yang tertulis di belakang sampul buku saya waktu SD, dan ya saya percaya itu. Atau lebih tepatnya jika mau sesuatu maka kita harus jalan, jangan tidur. Kecuali memang mau tidur, ya harus tidur dan jangan jalan. Atau nanti anda akan terserang penyakit tidur berjalan.

Gitu kurang lebih. Kurangnya mohon ditambahkan dengan pemahaman siapapun yang kebetulan membaca ini. Lebihnya…? Lebihnya..? lebihnya terserah deh.

GRACIAZ BRIGH

intinya hidup memang dengan membaca dan mengaplikasikannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar