Senin, 24 Juni 2013

RAGAM CARA SUPPORTER BERLAGA

Fanatisme dan vandalisme. Dua istilah yang seharusnya terpisah dalam pengejawantahannya. Seperti halnya fasis yang memukul rata kepada semua yang berseberangan dengannya. Kenapa ini menjadi seolah tak pernah selesai pada kenyataannya. Membenahi pola pikir para pemuja sang idola dengan kecintaan yang salah kaprah, karena bukti kecintaan itu ditunjukan dengan cara merusak nama baik sang idola yang seharusnya dijaga dan diharumkan namanya.

Mengambil contoh kasus tentang supporter sepak bola di Indonesia, atau dalam artian sempitnya antara supporter Persib dan Persija. Dua klub besar yang kerap dihubungkan dengan supporter fanatiknya yang dihampir semua pertandingannya selalu bercerita tentang perseteruan keduanya.

Dimulai perseteruannya sampai kapan berakhirnya pun tidak ada yang tahu pasti sampai kapan akan berlangsung. Mencari salah dan benar juga agaknya terlau riskan, karena masing-masing pihak berpendapat jika kubu nya lah yang paling benar. Kecintaan terhadap klub kesayangannya telah dibutakan jadi sebuah fanatisme yang berlebihan. Padahal jika memang benar cinta sih harusnya ada perasaan ingin menjaganya, bukan malah menjatuhkan dengan berbagai tindakan yang merugikan klub. Terlebih perseteruan itu melebar pada berbagai tindakan vandalis yang mencoreng makna sportifitas yang dijunjung sepak bola itu sendiri.

Pada akhirnya ini sudah tidak lagi berbicara pada ranah olahraga sepak bola saja, namun pada hal-hal di luar itu, termasuk tentang memupuk kebencian di kedua belah pihak yang sama-sama tidak mau menurunkan egonya. Dengan sepak bola yang merupakan cabang olahraga paling populer di negara manapun, termasuk Indonesia, maka cabang olahraga ini akan mendatangkan arus masa yang sangat besar untuk pecintanya. Dan dengan arus masa yang sangat besar itu sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai satu acuan untuk sesuatu yang postif dan bahkan sampai bisa menciptakan suatu pergerakan yang masif.

Dari sisi industri kreatif misalnya. Industri ini bisa tumbuh pesat sejalan dengan banyaknya para pecinta bola dimana-mana. Si produsen dan konsumen ( jika konteksnya berjualan) akan sama-sama diuntungkan karena pasarnya besar. Akan banyak bertebaran toko-toko souvenir dari klub kesayangan mereka yang tentunya akan berimbas pada banyaknya lapangan pekerjaan yang bisa mengurangi angka pengangguran di kotanya.

Selain itu juga bisa dengan membuat media sendiri seperti yang dicontohkan para bobotoh persib yang membuat radio sendiri, membuat kompilasi kaset/cd untuk klub kesayangannya dengan lagu-lagu yang dinyanyikan band-band keren lokal kotanya, sampai membuat tabloid dan majalah yang mengulas tentang klub kesayangannya. Bukti kecintaan seperti ini jauh lebih terasa manfaatnya, karena dengan media yang dibuatnya bisa mempererat hubungan antar supporter yang tentunya lebih ter-edukasi dengan isi/konten si media nya itu. Para supporter jadi tahu tentang bagaimana seharusnya menjaga nama baik klub kesayangannya itu, saling mengingatkan satu sama lain untuk tetap menciptakan suasana kondusif demi nama baik klub dan kotanya sendiri. Sampai yang paling penting tetap setia menyemangati klubnya untuk jadi juara. Pergerakan semacam ini layak diapresiasi karena imbasnya bukan hanya bagus untuk si klub nya saja, namun juga bagus untuk perkembangan industri kreatif di kotanya juga.

Terlalu banyak cara sebenarnya yang bisa ditunjukan sebagai bentuk kecintaan terhadap klub kesayangannya, dibanding dengan sebuah sikap vandalis yang merusak. Tanggung jawab seperti ini harus disadari oleh banyak pihak, dan tidak hanya oleh para supporternya saja. Namun juga masyarakatnya yang turut andil menjaga nama baik kotanya dan klub kesayangan kotanya. Arus yang besar para supporter itu hendaklah diorganisir secara serius dan professional. Jadi mengarahkannya pun tidak terlalu sulit karena terstrukutur dengan baik. Semoga saja kedepannya semua kalangan bisa bersama-sama bersatu demi terciptanya suasana kondusif untuk sepak bola kita. Karena seharusnya kan sepak bola atau olahraga apapun, bahkan termasuk musik bisa menjadi sarana sebagai alat pemersatu, dan bukan sebaliknya. Menjadi terpisah-pisah dan berseberangan hanya karena warna yang berbeda.

Sudahlah, kasian negara kita. Bukannya diisi dengan prestasi sepak bolanya, malah direcoki rusuh disana-sini. Mulai dari masyarakat sampai pemerintahannya. Mencoba menjatuhkan dan melawan saudara sendiri yang nyatanya kita ini ada dalam satu bangsa dan ras yang sama. Sedih ga sih? saya sih sedih. Tapi ya lepas dari semua itu, harapan untuk jadi lebih baik sih selalu ada. Semoga dan amin.

Maju terus sepak bola Indonesia.

“Killing people for football and religion something i don’t understand”
Dave Mustaine/Megadeth


Dimuat juga di belia pikiran rakyat (rubrik insight) selasa, 02 juli 2013
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar