Senin, 09 September 2013

MERILIS BUKU DENGAN “SELF PUBLISHING”

Menulis mungkin sudah menjadi kebiasaan untuk saya pribadi. Selalu ada hal yang ingin dituliskan dan diceritakan, untuk kemudian dibagi kepada banyak orang yang membacanya. Setiap harinya selalu ada hal yang menyesaki kepala untuk dituliskan. Hasil pemikiran, perasaan, dan daya hayal, yang jika tidak keberatan boleh saya asumsikan menjadi sebuah bentuk karya.

Untuk memfasilitasinya tentu saya butuh media sebagai tempat untuk tulisan saya, seperti buku misalnya. Keinginan bisa membuat buku dan merilisnya selalu jadi keinginan untuk saya setiap saya menulis dan berhasil mengumpulkannya, untuk kemudian saya bungkus jadi sebuah tema besar yang menjadi sebuah judul untuk buku saya.

Tapi pada kenyataannya, membuat buku selalu tak semudah ketika memimpikannya. Tak semudah ketika saya berkeinginan mencium aroma kertas di buku saya sendiri. Namun apa saya harus berhenti? Jawabannya tidak. Karena selalu ada jalan ketika kita mau merealisasikan keinginan kita. Apapun itu. Salah satunya lewat ‘Self Publishing’.

Self publishing? Apa itu self publishing?

Self publishing adalah sebuah cara alternatif menerbitkan karya/buku sendiri, atau dalam artian yang lebih populernya adalah DIY atau ‘do it yourself’. Istilah DIY sendiri yang biasa digunakan di ranah dunia musik lebih dikenal jauh sebelum self publishing pada buku. Dimana ketika itu, pada dekade tahun 90an (atau bahkan sebelum itu), beberapa musisi merilis hasil rekaman musik mereka secara mandiri. Mandiri disini berati tanpa bantuan label perusahaan rekaman yang besar. Mereka (para musisi itu) menyanyikan, memainkan musiknya, merekam, dan mengedarkan hasil rekamannya sendiri, dari teman ke teman, sampai tercipta semacam komunitas, yang pada akhirnya seiring berjalan waktu menjadi besar, yang sampai sekarang pergerakan semacam ini lebih dikenal dengan nama ‘scene indie’, dan beberapa komunitas yang mendukung agar pergerakan semacam ini tetap ada, melahirkan nama-nama besar di dunia musik.

Kembali ke buku dan tentang self publishing. Sama halnya dengan pergerakan yang dilakukan beberapa teman-teman musisi pada dekade tahun 90an dengan DIY-nya sampai sekarang. Secara teknisnya, self publishing berarti merilis buku secara mandiri, tanpa bantuan penerbit yang besar. Si penulis, menulis bukunya sendiri, dan mengedarkan/menjualnya sendiri secara mandiri. Ini terasa lebih efektif dibanding ketika ingin menerbitkan sebuah buku, namun yang dilakukan hanya menunggu sampai penerbit yang besar mau merilis bukunya. Self publishing bisa dijadikan sebagai batu loncatan untuk penulis agar bisa mengumpulkan atau istilahnya melihat pasar pembacanya. Jadi dia akan tahu apresiasi orang yang membaca bukunya seperti apa. Apakah buku yang dia buat itu diterima atau tidak oleh banyak orang. Jika memang bukunya bagus, maka pembacanya pun akan banyak, jika pembacanya banyak, maka namanya akan muncul ke permukaan. Ketika namanya muncul ke permukaan, secara alamiahnya penerbit besar juga akan meliriknya, yang kemudian mau merilis bukunya dalam skala yang besar.

Self publishing itu sendiri, pada pengembangannya bersinergi dengan media internet sebagai alat untuk membantu mempromosikan bukunya. Beberapa situs media online juga sudah banyak yang bisa memfasilitasi untuk membantu mempromosikan bukunya sampai ditangan para pembacanya. Seperti contoh kecilnya ada situs www.nulisbuku.com, yang bisa dibilang sebagai penggagas tentang self publishing ini. Caranya sendiri mudah, kita hanya mengunggah naskah tulisan kita ke situs tersebut dan buku kita siap terbit. Meskipun secara teknis kita menulis dan menjualnya sendiri, tapi keberadaan situs media online atau sebutlah toko buku online ini cukup membantu, mengenalkan buku kita kepada banyak orang. Selebihnya paling bisa-bisanya kita saja untuk membuat buku itu menarik orang agar mau membaca dan membelinya.

Ajak teman-teman kita untuk membantu mempromosikan buku kita dengan beberapa ulasan tentang isi bukunya tersebut. Buat semenarik mungkin, dengan misalnya saja memberikan kuis di berbagai jejaring sosial di akun pribadi kita seperti facebook atau twitter. Misalnya, untuk setiap 10 orang pembeli pertama akan mendapatkan hadiah atau hal lainnya yang menarik, sehingga interaksi si penulis dan calon pembacanya akan terjalin, dan diharapkan dengan itu orang akan tertarik membaca bukunya. Istilahnya jemput bola lah. Ketika penerbit besar belum mau melirik hasil karya kita, maka kita yang mencari cara agar karya itu bisa muncul ke permukaan untuk dilirik. Mandiri adalah solusi. Artiannya jauh lebih baik daripada mengeluh tentang betapa penerbit yang besar itu susah untuk mau membantu para penulis menerbitkan bukunya.

Penerbit tentunya akan berpikir makro, dimana buku-buku yang dirilisnya harus punya nilai jual. Maka dari itu untuk bisa tembus ke penerbit besar tidaklah mudah. Tapi daripada ngeluh, lebih baik jika merilisnya sendiri dan biarkan sebuah karya itu muncul ke permukaan. Jika karya nya memang bagus, tentu akan berimbas yang baik juga untuk yang membuatnya. Jika belum berhasil, nulis lagi, lagi, dan lagi. Tak ada ruginya juga kan terus mencoba. Mengutip dari apa yang menjadi jargon dari situs nulisbuku.com, “Publish Your Dream”.!!

Saya sendiri telah merilis 2 buah buku lewat self publishing ini
1. RUBIK
2. FRAGMEN

(Klik judul buku untuk melihat)

“ a words can hold the secret of the universe”
Pure Saturday - Spoken

Dimuat juga di belia pikiran rakyat (rubrik insight) selasa, 24 September 2013   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar