Kamis, 19 Desember 2013

Cermin Dalam Sebulan

I Dont Want To Be A Part Of Your Scene
7 November 2013 at 21:01

Bisa ga kita bicara karya dan pertemanan saja. Ga lewat gimmick, ga lewat perang media. Terlebih, urusan vagina aja jadi big deal. Lalu ditunggangi politik lah, diseteri komiditi kapitalis lah. Bukankah cita-cita kita tadinya sederhana? Kita hanya ingin bermain musik tanpa beban dan senang. Dulu, ketika kita tidak terbebani ekspektasi dan predikat selebriti. Masa sih? Sementara itu kamu menilai aku sok idealis. Hehe. Lucu juga jokes nya.

Kenapa Menulis
11 November 2013 at 15:45

Setidaknya buat aku nulis itu satu-satunya yang masuk akal dan bisa aku lakukan buat ngisi waktu, numpahin pemikiran, dan cari uang. Pengennya mah ngeband. Main musik, hit the light, sampe ngancurin gitar kaya Kurt Cobain. Tapi ternyata ngeband itu ga gampang. Kebanyakan dramanya daripada maen musiknya. Belum lagi tekanan disana sini. Dari mulai beban ekspektasi sampe materi. Tapi ga tau juga lah. Jalan aja selagi masih bisa jalan. Sampe ketemu di utopia. Dor dor dor.

Tentang Rindu Yang Sebaiknya Jangan Dibaca
19 November 2013 at 00:41

Adanya mungkin memang untuk dirasakan saja. Kalau sampai terobati rindunya, takut jadi biasa. Jadi biar saja sampai kita ketemu tak sengaja di konser The Ocean Blue misalnya. "eh kamu, kemana aja? Kangen ih, kamu kangen juga ga?". "ngga ah, biasa aja". Padahal mah, kangen juga sama. Eh tapi mungkin ga kita ketemu di konser The Ocean Blue? Kamu suka The Ocean Blue ga? Kalo ga suka, ya udah biar aku aja yang suka. Kamu tidur gih. Ketemunya di Milo Volvo saja.

Batas Kompromi
2 December 2013 at 08:43

Ada batasnya, dan ini batasnya. Batas kompromi yang mau tidak mau menjadi masuk akal ketika berhadapan dengan realitas. Toh nyatanya "badai pasti datang kita tak akan menang, kenapa harus bimbang". Tiap fase datang dengan kekhasannya. Kali ini fasenya aja yang lagi ga enak. Tapi biasanya juga ga lama lah. Pada akhirnya tidak ada yang harus ditakutkan dari hari terburuk sekalipun, karena setelahnya hari-hari akan berjalan baik-baik saja. Berbuat baik saja. Toh karma baik itu memang ada.
"In the end the love you take is equal to the love u make" - The Beatles.

Jika Menjadi Apatis Itu Mudah
2 December 2013 at 08:57

Mood sedang berpihak pada nulis. Atas nama waktu luang dan shift kerja malam, maka aksara jadi pilihan untuk tumpah ruah kata dalam frase digital. Hal-hal yang mengenai perpindahan akal menjadi dangkal oleh sebuah roman picisan. Jika saja menjadi apatis itu mudah, mungkin dengan itulah bahagia itu ada. Lihat saja raja raja. Terkutuklah aku yang menyakiti diriku sendiri dengan tidak menjadi apatis. Oh iya ngomong-ngomong BRMC itu jelek banget. Hampir ga percaya ada band sejelek itu. Dor dor dor.

Lari 100 Dari The Sastro
4 December 2013 at 10:19

Pertama denger, suka karena musiknya. Secara detil, suka sound gitarnya. Pas didenger berulang-ulang dan jadi stuck in my head, sialan juga ini band. Liriknya jenius keterlaluan. Pemilihan kalimat "lepaskan diri hindari waktu", membuat penyair manapun tidak ada apa-apanya dibanding ini. Bukan lagi keinginan mengulang waktu, tapi mereka memilih menghindar, terlepas dari teori bentuk ruang, dan menjauh dari gelap terang diksi kebanyakan tentang suatu masa, dan sialannya waktu karena selalu membuat kita menunggu.

2233
4 December 2013 at 22:42

Mungkin akan datang, pada suatu hari kita akan berbincang tentang banyak hal, sampai akhirnya kita bisa saling mengerti satu sama lain. Ternyata yang selama ini membuat kita saling membenci adalah karena kita tak punya cukup waktu untuk berbincang lama dan mau saling mendengar. Kalo diobrolin nyatanya tak serumit itu. Harusnya tak ada ruang untuk drama dan melankolia. Kita telanjang saja, sampai semuanya tidak lagi tabu untuk kita bicarakan.

Kenapa Begitu Apatis
5 December 2013 at 13:00

Salah satu diantara kita mengeluh macet karna demo buruh yang berjuang untuk hidup yang lebih layak. Salah satu diantara kita kekenyangan dan memajang makanannya di instagram. Sementara di luar restoran, ada seorang tua kelaparan mencari makan di tempat sampah. Salah satu diantara kita berujar, "biar saja toh nasib tiap orang berbeda. Karena si miskin dan si kaya itu akan tetap ada sampai akhir dunia". Salah satu diantara kita berujar "kenapa kita bisa begitu apatis?" Ini lebih memuakan dari orang-orang atheis.

Cantik Apatis
6 December 2013 at 16:59

Bahwasannya dunia sengsara bukan karena kejamnya orang jahat, tapi karena diamnya orang baik. Kata Napoleon sih gitu. Sampai pada sindikat hujan turun dan sedu sedan senja dalam prosa bernama elora, maka lihat saja langit setelahnya. Setelah pelangi membasuh tetes air yang berdenting dalam hening. Yasudah aku kagumi saja. Setidaknya lebih baik dari mengagumi kamu yang cantik tapi apatis. Sampai suatu hari kamu tua, jelek, dan kesepian.

Lima Menit Menjelang Mandi dan Pergi
8 December 2013 at 16:48

Mungkin kamu bisa percaya pada satu orang di dunia ini, tapi kamu ga bisa berharap pada satupun orang disini. Keberadaannya saja hanya sebagai cameo. Biar saja semua gerak tercipta sampai sutradara teriak selesai. Sementara aku ingin lari dari skenario ini, toh nyatanya aku kembali juga pada halaman sebelum halaman terakhir buku ini. Tak sampai hati aku membiarkan cameo terlalu lama menunggu ketika aku pergi di halaman seharusnya aku berada. Sudah sore. Langitnya sedang bagus untuk ditempati.

Sudah Hampir Pagi, Jangan Dibaca
9 December 2013 at 01:42

Seandainya kamu ngerasain hal yang sama, ini tidak akan terbaca seperti seandainya kamu ngerasain hal yang sama. Menurutmu ini terbaca seperti seandainya kamu ngerasain hal yang sama? Kamu ga ngerasain hal yang sama kalo gitu. Sialan, ternyata perasaan kita berbeda. Kamu tidur saja, jangan baca.

Waktu, Tunggu Saja
9 December 2013 at 05:53

Pernah jadi orang yang membenci sesuatu, dengan berjalannya waktu dan berhadapan dengan itu, semuanya jadi biasa saja. Pernah berharap sesuatu, lalu kecewa. Dengan berjalannya waktu, dan berhadapan dengan itu, semuanya jadi biasa saja. Pernah takut akan sesuatu, dengan berjalannya waktu dan berhadapan dengan itu, semuanya jadi biasa saja. Nanti, suatu hari akan ada waktunya. Hanya pecundang yang berharap bisa mengulang waktu. Sudah pagi. Langit sedang bagus untuk kupandangi. Semesta meminta ini dirayakan.

Rumah Ini
11 December 2013 at 11:14

Rumah yang masih saja sama, selalu berantakan. Tempat dimana kita selalu berpendapat kita ini yang terhebat. Tempat dimana kita membeberkan kesombongan kita di masa muda yang indah. Tempat dimana kita seharian main musik terus menerus, sampai kita ngerasa band kita yang paling bagus sedunia, dan band charly yang paling jelek. Di lantai dua rumah ini. Aku sedang berdiri disini mengenangnya. Apa kita masih dengan mimpi yang sama? Masih di jalan yang sama?

Less Takut Lupa
11 December 2013 at 21:26

Banyak banget. Meaningless, heartless, useless. Setiap harinya aku berhadapan dengan itu. Aku tulis saja takut lupa, jika memang benar semuanya menjadi tidak lagi esensial seperti televisi yang sangat ingin aku buang. Kalo kata Malcolm X sih “If you don’t stand for something, you will fall for anything”. Nah kebanyakan orang disini udah jatuh sama semua hal, karena tidak berdiri untuk apapun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar