Minggu, 30 Maret 2014

SINGLE BY “ACCIDENT”

Beberapa waktu lalu ada perbincangan menarik antara Robin Malau (Musikator), Otong (Koil), dan Richard Mutter (ex-Pas Band/Sekarang bersama Tendostar). Mereka membicarakan perlu tidaknya sebuah band merilis sebuah album, sampai perbincangan ini berlanjut pada bahasan tentang sebuah single, dan bagaimana akhirnya sebuah single itu bisa terpilih. Apakah sebuah single yang dilempar ke khalayak sudah cukup mewakili karakter musik yang ingin si musisi buat, atau justru sebaliknya?

Menjadi menarik ketika Richard menuturkan fakta jika dulu single Pas Band yang berjudul Impresi itu nyatanya adalah ‘pesanan’ dari pihak label. Richard menjelaskan jika sebelumnya Pas sudah siap dengan materi lagu untuk albumnya. Namun karena satu dan lain hal, pihak label ‘meminta’ Pas membuat satu lagu baru lagi yang berbahasa Indonesia untuk dijadikan single di albumnya, dan lahirlah lagu ‘Impresi’ tersebut.

Pada akhirnya lagu itu menjadi melekat dengan nama Pas Band sebagai sebuah keidentikan, jika berbicara Pas Band berarti kita akan berbicara lagu mereka yang berjudul Impresi tersebut. Padahal menurut Richard lagu Impresi tidak cukup kuat mewakili karakter musik yang ingin Pas Band citrakan sebagai karakter musiknya. Namun karena seringnya diputar (ditambah Pas Band sendiri pada dasarnya memang bagus), dan momen Pas Band merilis album juga tepat, maka lagu Impresi pun menjadi perbincangan dimana-mana, dan membuat nama Pas Band muncul ke permukaan.

Hal yang hampir serupa dialami pula oleh Pure Saturday dengan lagu ‘Kosong’ nya itu. Lagu itu juga tadinya berawal dari sebuah ketidak sengajaan, atau sebutlah ‘single by accident’ yang berbuah keberuntungan, karena lewat single itulah Pure Saturday dikenal luas oleh masyarakat. Proses penciptaan lagu ‘Kosong’ tadinya berawal dari sisa pita rekaman yang dirasa masih cukup untuk merekam satu buah lagu lagi. Karena sayang pita rekaman masih sisa banyak, maka Pure Saturday setuju untuk menambahkan lagu baru di sisa pita rekaman tersebut. Pada akhirnya lagu baru berjudul ‘Kosong’ itulah yang kemudian dibuat menjadi sebuah single, dan menjadi hits.

Tapi sama seperti halnya cerita Pas Band tadi, lagu ‘Kosong’ pun menurut PS (kependekan dari Pure Saturday), tidak cukup kuat mewakili karakter musiknya. Malah saking tidak sukanya dengan lagu itu, gitaris mereka Adhi dengan malasnya membuat ‘lick gitar’ yang menurutnya asal jadi. Tapi ternyata aransemen musik dengan intro gitar yang menurut Adhi itu ‘ngasal, malah menjadikan intro di lagu itu jadi sebuah anthem dari awal dimulainya musik alternatif menjadi kiblat di industri musik Indonesia kala itu, seperti halnya intro lagu ‘Smell Like Teen Spirit’ dari Nirvana yang menjadi trigger untuk band-band setelahnya di seantero Amerika dan dunia.

Saking kuatnya lagu ‘Kosong’ bagi Pure Saturday, banyak orang yang akhirnya membentuk opini sendiri jika musiknya PS seperti atau tidak akan jauh dari lagu ‘Kosong’. Padahal sebenarnya influence musik dari para personil PS sendiri tumbuh besar dengan musik Progresif. Sampai pada akhirnya mereka merilis album Grey, banyak orang kaget dengan perubahan musik PS. Padahal menurut PS sendiri, justru di album Grey itulah PS kembali ke ‘roots’nya, dengan memainkan musik progresif seperti yang kita dengar di album Grey itu.

Selesai dengan cerita PS dan Pas Band tadi, ada satu nama dari belantika musik Indonesia yang mencuat namanya lewat sebuah single yang berjudul ‘Kepompong’. Sindentosca. Band dengan satu orang personil bernama Jalu ini ‘sialnya’ harus dikenal lewat satu-satunya singlenya yang berjudul ‘Kepompong’ itu. Menjadi sedikit disayangkan mengingat Sindentosca sendiri sebenarnya sebuah band yang bisa dikatakan bagus (dilihat dari estetika bermusiknya), namun hanya dinilai lewat satu-satunya single ‘Kepompong’ itu. Padahal ada begitu banyak lagu dari Sindentosca yang jauh lebih bisa mewakili karakter musiknya. Bahkan menurut Jalu tidak adil rasanya jika menilai musik Sindentosca hanya dari satu single ‘Kepompong’ saja.

Lagu kepompong sendiri tadinya dikirm oleh seorang teman Jalu untuk dimasukan dalam sebuah kompilasi album suatu radio, tanpa diketahui oleh Jalu. Yang terjadi ternyata lagu itu disukai dan cepat sekali nempel di telinga setiap orang yang mendengarnya. Mungkin karena lagunya ringan dan mudah untuk dinyanyikan. Namun ada satu hal yang membuat Jalu sedikit kecewa dengan single ‘Kepompong’ yang dilempar di album kompilasi itu, dikarenakan aransemen musiknya yang diubah pihak label. Memang tidak membuat lagunya menjadi jelek, hanya saja menurut Jalu ‘rasa’ Sindentosca nya seakan hilang dengan aransemen barunya itu. Dirasa lagunya sudah terlalu di blow up media, Sindentosca akhirnya memilih mundur dari industri, dan kembali merasa nyaman dengan menjadi seorang musisi kamar, lepas dari kepopulerannya lewat lagu ‘Kepompong’ itu.

Pada akhirnya apakah sebuah single bisa atau tidaknya mewakili karakter musik si musisinya itu sendiri, rasanya memang tidak adil jika menilainya hanya dari satu lagu saja. Sampai kemudian ini menjadi sebuah istilah ‘one hit wonder’, yang kebanyakan musisi yang mendapat gelar tersebut menjadi tenggelam dengan kepopulerannya sendiri yang hanya lewat satu single itu saja.

Dimuat juga di Berisik Radio

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar