Tampilan FB udah berantakan banget menurut saya, jadi malesin kalo buka fb. Mungkin akan terpikir buat tutup akun. Nah karena itu beberapa notes yang pernah ditulis sayang jika dihapus begitu saja, maka sebagaian diselamatkan di blog ini.
HUJAN BELUM REDA
Hujan belum reda, maka redalah dengan secangkir kopi di sebuah warung bilik yang terusik oleh musik klasik khas dangdut indonesia 90an. Lagi-lagi di warung ini. Seteguk kopi mengantar asumsi yang sedari tadi ingin berujar sesuatu, bertanya kenapa dan apa. Ah entahlah. Seperti ini. "kenapa ya harus risau, padahal sehat untuk sakit, padahal gelap untuk terang, padahal tangis untuk tawa, padahal hidup untuk mati, padahal hujan untuk reda". Kenapa ya harus bimbang, padahal hidup pasti mati, padahal hujan pasti reda, padahal jikalau kaupun menyangkal, nyatanya hidup adalah perputaran. Ah entahlah, namanya juga manusia. Kapasitas mencerna sebuah makna di tiap cerita yang dialaminya pasti berbeda. Selang berdendang dua lagu dangdut pilihan, beberapa waktu setelahnya hujan sudah reda. Aku harus melanjutkan perjalanan ini. Semoga, semoga, semoga. Namanya juga manusia, bisa nya cuma berusaha dan berdoa. Semoga motor ga mogok, semoga ga macet. Biar cepat sampai.
AUTIS KRONIS
Apa orang berpikir aku sedang berpikir apa yang sedang mereka pikir? Apakah aku sedang berpikir tentang kenapa aku berpikir mereka sedang berpikir tentang aku yang sedang berpikir apa yang mereka pikir? Aku pikir mereka ga tau caranya mikir. Mereka pikir aku ga bisa mikir. Padahal aku sedang berpikir kenapa mereka berpikir aku ga bisa mikir? Mikirin pikiran orang lain, ngapain sih? Pikir deh baik-baik. Itu juga kalo bisa dan sempat mikir sih. Tapi udahlah jangan mikir, percuma juga kamu ga tau apa yang aku pikir. Kamu mikir aja kalo aku sama memikirkan apa yang kamu pikir. Jadi imbang kan? Iya, anggap aja gitu. Semoga tenang.
DESEMBER
Akhir untuk awal. Mungkin begitu menjelaskan bulan ini. Penutup dari rentetan 12 bulan dalam masehi, penutup dari tabir yg bersemayang oleh nadir (ini asli nambahin tulisan doang biar padet, yg mana daripada nya mana tau artinya apa. Yu). Baru saja aku melewati november yg sepertinya kurang bersahabat. Entah ada apa dengannya, sehingga november selalu saja berirama sendu. Mungkin karna hujan yg terus sahut menyahut membasahi sampai akhirnya luluh lantah tersapu arus yg dikarenakan dari apa yg disebabkan dan berakibat menjadi akibatnya seperti sebab musabab dari akibat yg menyebabkan sebuah akibat. Hampir setahun aku masih saja belum bisa jadi apa yg seharusnya yg aku janjikan. Menjadi tenang, menjadi pemenang dari emosi apapun yg harus ku lawan. Apa yg membuat ini menjadi riuh rendah bunyi genderang perang melawan diri sendiri. Logika dihajar habis habisan oleh haru biru drama busuk sebusuk busuknya serial televisi mimpi. Ngerasa gagal sih iya, tapi harus mulai lagi, mulai lagi, coba lagi. Ini akan berlabuh di tempat seharusnya, aku yakini itu. Pola pikir yang di uji tiap harinya untuk bisa menemukan arti dari sebenarnya untuk apa tercipta hari. Di syukuri atau di kufuri. Ini akhir untuk awal aku belajar untuk tak munafik. Jika diri ini berucap janji, maka harus ditepati. Jika diri ini berucap tenang, maka apalah itu sebutan untuk pikiran kerdil yg memperkeruh harus di lawan. Sekelumit cerita dan lika liku nya atau apalah itu adalah apa yg tergambar tentang apa yg harus dijalankan. Be nice December.
HAMPIR JAM LIMA SHUBUH, TERIMA KASIH MASIH DIBERI WAKTU
Jadi inget omongan David. Orang gila ga pernah mikir hidupnya anteng anteng aja. Senyam senyum, ketawa ketiwi sendiri. Bisa gitu ya vid?. Banyak mikir, banyak berteori, berasumsi, beranalogi, apapun lah yang berindikasi kita pintar dengan semua pemikiran yg kita punya. Tapi apa, kebanyakan mikir jadi lupa bersyukur. Padahal hanya perlu ikhlas menjalani ini. Sebenernya kan emang ga punya apa apa. Jadi ga usah takut apa apa. Kata terlalu riskan untuk disalah artikan. Aku hanya perlu diam dalam sujud syukur atas apa yang Tuhan beri lewat ibu yang baik, adik yang baik, teman yang baik, dan pacar yang baik.
JANGAN MIKIR
Mestinya tulisan ini tidak diawali dengan pikiran 'mau nulis apa ya?'. Ketika hendak mainin gitarpun mestinya ga mikir 'mau mainin lagu apa ya?'. Sama kaya kamu, gimana caranya biar sembuh ya? Tambah mikir, tambah banyak persepsi, perspektif, pertimbangan dari banyaknya pemikiran. Ingin sembuh kan? Berlaku lah tidak seperti orang sakit. Sampai dimana kita udah tau mau nulis apa, mau mainin lagu apa.
INDIE-INDIEAN
Pertama indie itu bukan genre, kedua indie itu bukan genre, ketiga indie itu bukan genre. Indie ya mandiri. Memproduksi sendiri, tanpa bergantung pada label manapun termasuk yg melabelkan labelnya indie label. Ironi adalah ketika seseorang bilang 'band gw harus yg label indie itu mau, biar gw jdi anak indie'. Juga ketika dia mengingkari prinsip indie itu sendiri dgn menjual 'diri' agar indie. Padahal indie itu merdeka. Musik yg disuka itu yg dimainkan, bukan jdi apa yg label inginkan. Maka dari itu ideal tak pernah ada jika menggantungkan mata pencaharian lewat musik, karena akan selalu ada kompromi, kompromi dan kompromi. Mari kita jadi petani, jadi penyair, jadi penari yg bermusik bukan untuk dijual, tapi dimainkan dgn hati. MERDEKA.!
Lihatlah betapa berantakan dan bikin males sekali liat buku muka ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar