Selasa, 08 September 2015

SENANGNYA FOTO BARENG BULE

Seorang teman pernah bercerita kepada saya tentang pengalamannya melihat Pidi Baiq (seorang penulis, seniman, ayah bagi ratusan ribu followernya di twitter) membagi-bagikan mie instan di sebuah terminal bus di Bandung. Uniknya Pidi membagi-bagikan mie instan tersebut dalam rangka menjadi juru kampanye Barrack Obama, pada pemilihan presiden Amerika waktu waktu itu. Dengan cengirannya khas nya ( menurut cerita teman saya) Pidi tak lupa bilang “pilih Obama ya”, setiap kali dia membagi-bagikan mie instan di terminal bus tadi. 

Hal yang lebih kurang sama dengan apa yang menjadi ramai diperbincangkan belakangan ini, ketika dua utusan terhormat dari Indonesia jadi bagian kampanye Donald Trump, pada pemilihan presiden kali ini. Memang tidak secara langsung ada menjadi tim kampanye pak Donald tersebut. Tapi apa yang dilakukan dua orang utusan terhormat tersebut mengingatkan saya pada cerita tentang Pidi Baiq tadi. Keduanya melakukan hal yang sama-sama sia-sia. Bedanya Pidi dengan semua kewarasannya melahirkan kegilaan, yang dia sadari dan menjadikan itu sebuah bentuk satir dari respon dia melihat disekitarnya. Sedangkan dua utusan terhormat negeri ini dengan semua kewarasannya (atau mungkin lupa) menggunakan anggaran negara untuk sekedar berbagi foto selfie dengan pak Donald.

Pertanyaannya adalah apakah kedua orang itu tahu latar belakang pak Donald? Seorang biliuner yang membenci kaum imigran. Menurut pikirannya, kombinasi masyarakat kulit hitam dan kulit “berwarna” lain hanya akan membawa kehancuran bagi warga kulit putih—yang dianggap Trump sebagai penduduk asli Amerika. Dia enteng saja mengatakan bahwa para pendatang itu “Membawa narkoba ke Amerika. Mereka pemerkosa.”  Dia berjanji akan mengusir 11 juta orang yang tinggal di Amerika tanpa izin jika terpilih jadi presiden. Walapun semua ahli sepakat itu kebijakan mustahil, dan mewujudkan itu akan menciptakan tragedi HAM. Trump tahu dia terlalu kontroversial untuk menjadi presiden. Dia bilang hal-hal jahat terhadap minoritas untuk menarik perhatian media, dan menarik lebih banyak lagi penduduk yang marah tentang situasi Amerika. Singkatnya Donald Trump adalah seorang yang konservatif, dengan track record dia yang sering bersinggungan perihal isu ras. Lalu motivasi apa yang melatar belakangi dua orang utusan terhormat itu berfoto dengan pak Donald? Ah kita berbaik sangka saja. Mungkin dua orang utusan terhormat itu berfoto dengan pak Donald karena pak Donald ini seorang bule.

Setidaknya satu kali seumur hidup, anda pernah melihat orang Indonesia yang kebetulan sedang berlibur di Pantai misalnya, mengajak seorang bule untuk berfoto bareng. Dia ga tahu si bule itu siapa. Asal bule dan jepret. Foto dengan bule yang dia temui saat liburan melahirkan kebanggaan tersendiri, yang hanya oleh pribumi bermental lembek saja kebanggan itu bisa dirasakan. Seperti halnya sedikit dari pengkhianat perang yang berpindah haluan meninggalkan Indonesia demi sepotong keju dari belanda. Hal seperti itu ada. Diakui atau tidak. 

Menarik ketika menghubungkan ini dengan sebuah survey tentang indeks kebahagiaan dari setiap Negara di dunia, dan Indonesia masuk lima besar diantaranya. Kok bisa? Tinggal di negara seperti Indonesia dengan tingkat stress yang tinggi, kok bisa masuk lima besar negara dengan indeks kebahagiaan tinggi? Dengan analisis yang saya reka-reka sendiri, mungkin tim survey yang notabene nya orang bule ini melihat jika orang-orang Indonesia selalu ramah dan tampak bahagia setiap kali berpapasan dengan orang asing (baca : bule). Seolah hanya dengan melihat bule masalah hidup mereka bisa dibereskan.

Tapi daripada ini berlanjut pada tulisan yang tendensius tentang bule, saya akhiri ini dengan satu pertanyaan “sebenernya gaya rambut pak Donald itu model apa sih?” kayaknya pake pomade biar klimis akan menjadikan pak Donald lebih kece deh. Pak Setya dan pak Fadly zon tolong bilangin dong ke pak Donald saya ada nih pomade nya, siapa tahu mau beli. Lumayan buat nambah-nambah penghasilan saya buat ikut les bahasa inggris. Saya pengen banget bisa bilang “sir, can you take my picture?”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar