Kamis, 10 Maret 2016

TIDAK ADA AKU DIDALAM DIRIKU

Ada bagusnya juga acara TV di Indonesia jarang ada yang bagus (jika tidak ingin dikatakan jelek). Ada bagusnya juga Bandung, kota yang saya tinggali selalu berurusan dengan masalah kemacetan. Sebagai kota urban yang punya segalanya, kota ini menjadi tujuan banyak orang untuk merajut mimpinya di kota ini. Imbasnya kota ini penuh sesak. Macet dimana-mana. Ada bagusnya juga ga punya pekerjaan tetap, dan ada bagusnya juga ga punya banyak uang. 

Ada bagusnya juga acara TV jarang ada yang bagus, karena dengan acara TV yang jelek kurang bagus membuat saya tidak berhasrat nonton TV. Itu artinya waktu saya tidak habis didepan TV. Ada bagusnya juga Bandung macet. karena dengan kondisi kota yang macet saya jadi males kemana-mana, dan waktu saya tidak habis di jalan. Ada bagusnya juga saya belum punya kerjaan tetap, karena tidak ada yang harus bagi saya. Saya tidak harus berangkat pagi pulang sore, dan tidak harus tunduk patuh sama atasan. Lalu ada bagusnya juga ga punya banyak uang. Sehingga kalaupun saya memaksakan untuk pergi menembus kemacetan, demi untuk sampai disebuah tempat nongkrong yang menjanjikan tempat yang nyaman, membuat saya mikir dua kali untuk lembar rupiah yang harus saya keluarkan. Secangkir kopi saja 30 ribu. Belum cemilannya. Belum lagi perasaan risih karena ada disekitar banyak orang. Bukan apa-apa. Saya tidak ingin membeli kebahagiaan, tapi saya ingin membuatnya. Jadi apa yang ada, itulah arena bermain saya. Saya harus bersyukur dan senang dengan itu.

Salah satu hal yang bisa saya syukuri yakni sebuah kebetulan yang menyenangkan ketika password wifi tetangga depan rumah bisa saya hack. Jadi karena alasan acara TV yang jelek, Bandung yang macet, waktu luang, dan keengganan saya mengeluarkan uang untuk secangkir kopi demi membeli kebahagiaan, saya putuskan untuk diam disudut ruangan, buka laptop, ngetik alamat www.youtube.com. Secara random jari saya mengarahkan pada video “ceramah” Cak Nun yang kala itu didampingi anaknya Sabrang a.k.a Noe. Temanya menarik ketika ada seseorang bertanya tentang “kenapa Tuhan memilih seseorang untuk hidup. Yang diteruskan dengan pertanyaan apa tujuan Tuhan menciptakan seseorang itu”.

Menarik ketika Noe menjawab anugerah paling besar dalam hidup adalah limitasi/keterbatasan pengetahuan.  Analoginya sederhana. Ketika bapakmu menyuruhmu nyapu halaman, lalu kamu diiming-imingi uang sebagai imbalan, maka yang ada di bayanganmu adalah uangnya, bukan nyapu halamannya. Bukan juga hal substansial seperti bagaimana seharusnya kamu memaknai peran sebagai anak yang harus nurut sama orang tuanya. Jadi ketika kamu nyapu tanpa kamu tahu kamu akan dapat apa setelah itu, maka satu-satunya yang tersisa dari buah pikiranmu adalah bagaimana caranya kamu berperan dengan baik sebagai anak kepada bapaknya. Disanalah identitas itu ada. 

Identitas bukanlah sandangan siapa kita, melainkan alat untuk kita berlaku seperti apa. Sederhananya, jika identitas kamu adalah seorang induk harimau, maka cara kamu berperan bukan dengan menyapu halaman seperti tadi, tapi dengan berburu. Jadi pointnya bukan tentang kenapa terlahir sebagai manusia atau sebagai seekor harimau, tapi pointnya adalah ketika harus berlaku seperti apa ketika terlahir sebagai manusia atau harimau. Tujuannya? Untuk menyelesaikan PR selama hidup di dunia. Menariknya lagi setiap diri mempunyai pola-pola tertentu yang telah disepakatinya dengan Tuhan. Oleh karena itulah masalah tiap orang berbeda sesuai dengan pola-pola yang terstruktur dalam peran yang dia mainkan. Makanya ada beberapa masalah yang terjadi berulang-ulang. Hal itu terjadi karena pola yang menjadi bagian dari struktur hidupnya seperti itu, dan dia harus terus mengerjakan itu sebagai PR. Bentuk sebuah pengabdian kepada Tuhan. 

Masalah tukang sate tidak akan berkutat soal rancangan undang-undang negara. Masalah tukang sate berkutat soal harga daging yang terus naik, masalah memilih bumbu yang enak harus seperti apa, sampai pada akhirnya dia bisa sukses menjadi tukang sate, dan mengabdikan hidupnya untuk Tuhan. Profesi tukang sate adalah alat dia mencari uang untuk menghidupi anaknya. Menghidupi anaknya adalah tugas seorang bapak. Menjadi bapak adalah peran yang dia mainkan. Menjadi bapak yang baik adalah bentuk pengabdiannya kepada Tuhan. Keterbatasan pengetahuannya akan hadiah apa yang dia terima jika dia menjadi Bapak yang baik adalah pointnya. Bahkan dititik yang paling “extreme”, diri tukang sate itu tidak ada. Pemahaman itu lalu ditambahkan oleh Cak Nun jika dirinya itu tidak ada. Saya tidak ada, diri kamu tidak ada. Bahkan diri nabi Muhammad itu tidak ada. Tidak ada personalitas dalam kehidupan manusia. 

Tentang nabi Muhammad itu sendiri menurut Cak Nun. Selama kamu masih menyangka jika nabi Muhammad adalah punya personalitas dimana beliau punya bapak bernama Abdullah dan Ibu bernama Aminah, maka kamu salah sangka. Muhammad yang dikasih jatah umur 63 tahun itu adalah identitas sementara bukan personalitas. Dia harus dilahirkan secara fisik dan harus dari bapak ibu tertentu, karena ada keperluan untuk mendatangkan Al-Quran bagi seluruh umat manusia di bumi. Jadi Muhammad itu bukan yang kamu kenal di arab itu, tapi yang kamu kenal di arab itu resonansi dari personalitas Muhammad. Kalaupun katakanlah harus ada tentang personalitas Muhammad itu sendiri, dia lahir sebelum Jibril, sebelum Iblis, maupun sebelum alam semesta. Jadi Muhammad itu sebuah peran. Tidak ada diri yang sejati selain dari Allah SWT itu sendiri. 

Ditambahkan oleh Cak Nun, dirimu itu tidak ada. Dirimu itu tidak penting. Bekal dalam hidupku adalah yakin jika diriku ini tidak penting. Yakin bahwa bukan aku ini yang jadi pusat perhatianku. Didalam diriku tidak ada aku kalo sudah penuh cinta. Dan cintaku tidak boleh ditujukan untuk diriku sendiri yang sementara ini. Didalam diriku tidak ada aku. Banyak orang yang sering bela diri karena perhatian utamanya selalu kepada dirinya sendiri, yang dia sangka ada, padahal sebenarnya dirinya itu tidak ada. 

Sederhananya diri saya ini harus diisi pekerjaan dan perbuatan yang Allah perintahkan. Jadi diri saya adalah perbuatan-perbuatan baik itu. Bukan Angga Wiradiputra, bukan yang saya sangka diri saya itu. Jadi orang yang masih sedih, orang yang masih pesimis, orang yang masih tidak punya semangat, adalah orang yang salah sangka terhadap dirinya sendiri. Karena dia salah sangka terhadap dirinya sendiri, maka dia salah sangka sama dunia, salah sangka sama apa saja, dan salah sangka sama Allah SWT. 

“Ceramah” Cak Nun ini selesai dibatang rokok ke lima yang saya hisap. Ketika rokok habis maka habis pula diri saya yang saya sangka ada ini. Angga Wiradiputra ini adalah nama peran yang saya mainkan. Saya berperan sebagai anak, sebagai seorang teman, sebagai seorang mantan, dan yang terpenting sebagai seorang hamba. 

Sebagai seorang anak, saya harus berbakti kepada orang tua saya, hormat kepadanya karena orang tua adalah “Tuhan” yang terlihat. Sebagai seorang mantan (eeeaaa harus ada terus ya bahas ini), peran dan tugas saya adalah mempersilakan dia pergi jika memang sudah tidak nyaman dengan saya. Ini berat karena saya pikir diri saya ini ada. Karena saya pikir diri saya ini ada, maka saya takut sedih. Jika saya sedih berarti saya mengingkari banyaknya cinta yang ada di diri saya, yang seharusnya tidak ditujukan untuk diri saya sendiri, karena diri saya ini tidak ada. Sebagai seorang mantan saya juga harus bisa berperan sebagai teman. Sebagai teman saya ingin membagikan cinta yang begitu banyak di diri saya. Dengan membagikan cinta yang begitu banyak didiri saya, saya tidak lagi menjadi orang yang bersedih, orang yang pesimis, orang yang tidak punya semangat. Karena saya tidak ingin jadi orang yang salah sangka terhadap dirinya sendiri yang tidak ada ini. Karena jika saya salah sangka terhadap diri saya sendiri, maka saya salah sangka sama dunia, salah sangka sama apa saja, dan salah sangka sama Allah SWT. Maka sebagai hamba, peran dan tugas saya adalah mempersilakan Allah memutuskan apa saja terhadap peran yang sedang saya mainkan.

(lengkapnya video cak nun ini bisa dilihat disini)

Maha benar Allah dengan segala firmannya. 

Diri saya bukanlah yang tampak difoto ini

1 komentar: