Kamis, 02 Januari 2020

MENULIS AWAL TAHUN 2020

Ada yang bilang kalo yang membuat seorang laki-laki hidup itu adalah ego dan ideologinya. Sulit untuk tidak menyepakati hal itu, di mana pada banyak sisi saya mengamini jika segala sesuatu harus berlandaskan pada nilai bukan nominal. Satu hal yang kemudian menjadi sedikit berbanding terbalik ketika saya ada dalam fase menjadi laki-laki dewasa yang menikah dan punya anak. Mengamini pula jika menikah adalah seni untuk mengalah, jadi rasanya ego dan ideologi yang sebelumnya menjadi pakaian harus rela ditanggalkan dan berganti pakaian baru. Dari yang tadinya mengetengahkan ‘nilai’, kemudian menjadi kompromi dengan ‘nominal’, karena sandang, pangan, papan berbanding lurus dengan itu. 

Bicara soal pekerjaan juga pada akhirnya hanya agar mendapat penghasilan saja. Menjadi ironis, mengingat saya kerja di industri kreatif namun saya sikapi dengan tidak kreatif. Mungkin kuantiti menjadi biang keladinya, mengingat biasanya kuantiti dan kualiti enggan bergandengan. Menggabungkan kata industri dan kreatif saja menjadi rancu sebenarnya. Tapi itu masih mending dibanding saya harus terjebak pada pekerjaan lain. 

Beberapa tahun belakangan, setiap saya menuliskan rangkuman momen yang terjadi di blog ini (biasanya ditulis pada akhir tahun), rasanya perihal dinamika pekerjaan selalu mendapat porsi lebih, mengingat setiap harinya dunia saya memang diisi oleh itu. Tentang menulis dan bermusik. Sampai akhirnya saya mencoret bermusik dari kegiatan saya, dan hanya menyisakan menulis musik. Menyenangkan jika apa yang saya tulis, saya suka musiknya, dan selebihnya hanya agar saya punya penghasilan. 

Bicara tentang momen yang terjadi tahun 2019 ini, tanpa saya harus melihat terlebih dahulu galeri handphone saya, yang saya ingat tahun ini saya mulai intens terlibat di program DCDC MusikKita, menjadi produser DCDC Radio program DCDC Chart, hingga menjelang akhir tahun menjalani rangkaian tur Sehari Bersama Coklat Kita selama dua minggu. Menariknya, saya dilibatkan sebagai seorang fotografer, bukan penulis. Hasilnya? Dari 100 foto yang saya ambil, menghasilkan (lebih kurang) hanya 10 foto saja yang terbilang lumayan (instagram @wenkywiradi). Tentu saja itu bukan prestasi yang bisa dibanggakan. Tapi tentu anda bisa memaafkan jika Chrstiano Ronaldo payah untuk urusan balap motor, dan Valentino Rosi payah untuk urusan sepak bola. Kecuali James Bond yang mahir di segala bidang. 

Tapi intinya adalah saya menikmati rangkaian tur tersebut, dengan perjalanan ke berbagai desa di sekitaran Jawa Barat, dari mulai Bogor, Tangerang, Serang, hingga Sukabumi. Antusiasme warga dan ragam kreasi unik yang mereka buat cukup menyenangkan buat saya. Yang kurang saya suka tentu saja pas bagian ramah tamah dengan pejabat setempat. Ada perasaan tidak nyaman setiap saya ada lingkungan semacam itu. Semacam di film-film kolosal murahan, di mana masyarakat menjadi inferior dengan pejabat setempat, dan sang pejabat menikmati itu dengan membusungkan dada. Adegan itu terus membekas, dan secara alam bawah sadar hal itu membuat saya tidak nyaman. Namun saya harus memotret mereka (selalu dengan gaya yang sama) dalam sebuah sesi foto bareng sebagai sebuah syarat lancarnya acara. 

Lepas dari perihal pekerjaan, dunia saya kemudian dipenuhi dengan anak saya yang semakin banyak tingkah. Semuanya menggemaskan, bahkan ketika dia sedang bengong dan memperhatikan papanya bicara, lalu dia respon dengan bilang “papa papa”. Sejauh ini kata “papa” menjadi kata yang paling sering dia ucapkan. Satu hal yang membuat ibunya sering cemburu. Hehe. Tapi dibalik semua kelucuannya, tahun ini juga anak saya divonis mengidap TB Paru, dan harus menjalani pengobatan selama enam bulan. Tentu itu berat bagi orang tua manapun, termasuk saya. Untungnya saya tidak sendirian, karena ibunya (istri saya), ibu saya (neneknya anak saya), dan banyak pihak lainnya yang selalu ada di sisi saya membuat cobaan ini terasa lebih ringan dijalani. Tujuannya satu, kami bekerja sama agar anak saya sehat. Seandainya pola itu bisa diterapkan untuk negara ini. Semua orang bekerja sama agar negara ini sehat. Tapi negaranya saja tidak eksis untuk sebagian orang. Hehehe. 

Sebelum ini berlanjut pada pembahasan soal negara dan hal tidak menarik lainnya, saya sudahi saja. Seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya, semoga tahun yang baru ini semuanya lebih baik. Semoga apa yang saya cintai makin bisa saya cintai. Kecuali dunia, yang cepat atau lambat harus saya tinggalkan. Terlalu mencintainya membuat saya buta akan hidup. Maka saya memilih mencintai keluarga dan teman terbaik saya saja. Semoga kita semua dipertemukan kembali di halaman yang sama di buku baru. Tahun 2020, tahun yang bagus menurut itungan ilmu cocoklogi perangkaan. Semoga memang tahun yang lebih baik dari sebelumnya. 

Big Love

Tidak ada komentar:

Posting Komentar