Kalo harus ditulis secara timeline sih kayaknya pertama nulis soal musik itu tahun 2010. Iseng-iseng nulis di notes facebook. Sampai akhirnya 2011 iseng mengirim tulisan di website Music Bandung, dan ternyata eh dimuat. Tahun 2012 makin kecanduan nulis soal musik, dan memberanikan diri lagi nulis buat situs Gigsplay. Dari sana mulai banyak belajar soal penulisan artikel musik dan liputan. Beda sama pas kirim tulisan ke Music Bandung, di Gigsplay ini saya langsung turun ke lapangan buat liputan. Yang paling berkesan tentu saja ketika saya meliput acara Simponesia di Sabuga Bandung. Band-band yang tampil lumayan mencuri perhatian semua, seperti Sheila On 7 dan God Bless contohnya.
Masih di tahun yang sama, tahun 2012 juga secara absurd saya diminta nulis di koran Pikiran Rakyat untuk rubrik Insight. Dulu yang ngajakin itu Hanifa. Lumayan sepanjang tahun 2012 itu saya nulis beberapa kali di koran Pikiran Rakyat, rubrik Belia Insight. Kalo ga salah rubrik Belia Insight ini konsepnya si Belia ini ngajakin musisi-musisi lokal/indie buat nulis di rubrik ini. Soalnya selain saya, kalo ga salah ada Angkuy 'Bottlesmoker' dan beberapa musisi lainnya juga nulis disana. Makanya waktu itu nama saya ditulis Wenky 'Tamankota' di setiap artikel yang dimuat.
Satu tahun berlalu, tepatnya tahun 2013 saya nulis di website Kanal 30. Uniknya, Kanal 30 ini berkantor di Jogja, Malang, dan Jakarta. Saya yang tinggal di Bandung ini menjadi satu-satunya penulis/kontributor untuk Kanal 30. Lucunya, persamaan Music Bandung, Gigsplay, dan Kanal 30 semuanya tidak memberikan bayaran atas tulisan saya. Hanya mungkin beberapa kali saja mereka memberi uang jalan/bensin untuk saya liputan. Anehnya, waktu itu saya merasa ga masalah, karena waktu itu yang ada di pikiran saya itu cuma cari nama sebagai aktualisasi diri. Maklum, anak pinggiran Bandung ini butuh jejaring biar ga pendek langkah. Dan menulis akhirnya yang saya pilih, karena ternyata dengan bermusik tidak membuat saya mendapatkan jejaring tersebut.
Merasakan pertama kali dibayar
sebagai seorang penulis/jurnalis itu ketika di Belia Pikiran Rakyat. Honornya waktu
itu 250 ribu untuk satu artikel yang dimuat di koran itu. Kecil memang, tapi
waktu itu rasanya fun fun saja. Biasanya uangnya langsung habis dipakai pacaran
atau beli kaos band hahahaha. Kalo ga salah jadi kontributor penulis di koran
tersebut sampai tahun 2014, sampai akhirnya tahun 2015 saya mulai bekerja di Slasher. Sebuah perusahaan clothing line
namun juga punya beberapa lini usaha lain seperti record label, publisher, dan serangkaian
kerja kreatif lainnya. Uniknya, di Slasher ini saya bekerja untuk mengisi
konten di website nya. Jadi ngga melulu soal produk pakaian, karena di website
tersebut banyak juga artikel-artikel yang saya tulis. Bisa dibilang kerja
paling menyenangkan seumur hidup saya, karena diisi oleh orang-orang kreatif
dan berjasa besar membentuk pribadi saya hingga hari ini.
Saya kerja di Slasher cuma satu tahun lebih dikit saja, sampai akhirnya tahun 2017 saya kerja jadi penulis/jurnalis musik di DCDC (DjarumCoklatDotCom) hingga hari ini. Kurang lebih lima tahun berkutat dengan deadline tulisan dan serangkaian pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan musik, uniknya hal itu membawa saya pada titik sekarang ini. Kadang saya menulis artikel musik, kadang menulis script untuk kebutuhan acara online dan offline, kadang juga jadi tim kreatif, kadang jadi fotografer, kadang jadi produser radio, dan bahkan dua tahun belakangan jadi penyiar.
Kadang saya mikir kalo semua pekerjaan yang saya lakukan itu setengah-setengah. Waktu main musik juga setengah-setengah (ngeband dari SMP kelas 1 sampai sekarang main musik ga jago-jago hahaha), nulis juga setengah-setengah (rilis dua buku dan dua duanya ga laku), bahkan bisa dibilang jadi jurnalis juga setengah-setengah, karena nyatanya saya lebih banyak mengerjakan pekerjaan copywriter dan content writer dibanding pekerjaan jurnalis yang ‘beneran’. Makanya suka agak sungkan kalo ada yang melabeli saya ini jurnalis karena sebenarnya masih jauh kayaknya dari itu. Apalagi kalo saya baca tulisan-tulisan teman saya kaya Irfan Muhammad atau Prabu Pramayougha. Wah minder banget hihihihi.
Anehnya, beberapa waktu lalu saya malah diajakin ngobrol-ngobrol santai di podcast Orba 2020. Pembahasannya ringan soal media musik di mata saya. Dalam obrolan itu tentu akan banyak yang keliru dengan semua pemahaman dan keterbatasan saya tentang musik, media, dan jurnalisme musik itu sendiri. Apalagi yang bikin tambah beban ketika mereka menuliskan judul “Wenky Jurnalis Keren”. Malu banget karena memang henteu hahahaha. Dari dulu ngga pernah PD melakukan apapun dan jadi apapun. Apalagi untuk bisa dikatakan bagus, mendekati bagus saja masih jauh.
Memutuskan menulis juga karena pada kesehariannya
saya jarang ngomong dan punya masalah dengan perangai saya yang pemalu. Sekarang
sih udah mendingan lah (meskipun sampai saat ini setiap ngobrol sama orang ngga
pernah liat matanya, saking pemalunya). Kenapa saya nulis? karena saya pikir
itu cara berkomunikasi paling nyaman buat saya, dibanding harus ngobrol atau
bertatap muka langsung. Makanya pekerjaan paling deg degan selama menulis musik
adalah ketika sesi interview narasumber. Itu bisa keringat dingin tuh. Tapi ya
harus dijalani demi tuntutan pekerjaan.
Masih panjang sebenarnya yang
ingin saya tulis/ceritakan tentang pekerjaan saya sebagai penulis artikel musik ini. Tapi
kayaknya mending nonton video di bawah ini aja deh. Kurang dan lebihnya harap
maklum ya. Graciaz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar