Jumat, 25 November 2011

JIKA BUSUK NYATANYA TERCIUM, UNTUK APA SEBUAH PENCITRAAN ?

Seperti bangkai yang tertutupi kain sutra paling mahal sekalipun, tetapa saja baunya tercium juga. Apa pentingnya menutupi bangkai? Dihubungkan dengan kamuflase bangsa dan pencitraan yang diperagakan/perankan dengan sangat baik, namun tetap saja busuk adalah nyata.

Terilhami dari tampilan visual selayang pandang pembukaan dan penutupan ‘Sea games’ kemarin, membuat saya lupa jika saya ada di negara yang sebenarnya masih belum bisa dikatakan mapan dari segi finansial secara keseluruhan. Jadi darimana uang milyaran rupiah itu berasal ? Untuk apa dihabiskan hanya untuk satu malam saja? Atas dasar citra bangsa kah? Apa memang pentingnya sebuah pencitraan? Jika hal krusial seperti rakyat yang kelaparan dan ketakutan akan berobat itu mahal selalu saja menghantui mereka setiap harinya malah dianggap tidak lebih penting.

Apa yang bisa dibanggakan dari pencitraan itu? Apa ketika negara lain tau jika negara ini bisa berpoya-poya, lalu kita di anggap hebat? Dianggap makmur? Seperti anak kecil saja yang memamerkan mobil mainannya. Bagus sih mobil mainannya, tapi apa fungsinya? Apa mainan mobil itu bisa mengantrakan si anak berkeliling kota? Ngga kan? Itu hanya berdasar kepada kepuasan tampilan visual yang dilihat saja. Dan tentunya para orang-orang yang memegang peranan di negeri ini bukan anak kecil kan? Jadi mereka itu semestinya tau jika tampilan sebuah negeri itu bukan hanya melalui pencitraan yang sebenarnya hanya menutupi busuk yang terlanjur dibiarkan tanpa dihilangkan, dan hanya ditutupi dengan tampilan palsu atas nama pencitraan.

Lalu setelah berpoya-poya semalaman itu terus apa? Apa lagi yang bisa dibanggakan wahai sebuah pencitraan? Presiden dengan 4 albumnya? Dengan dadah-dadahnya?. Jika busuk masih saja tercium, ya cari cara kek gimana ngilanginnya, bukan malah menutupi dengan pencitraan itu tadi. Anda ingin bangsa anda besar? Jangan biarkan rakyat anda lapar. Rakyat sepertinya tidak terlalu peduli tentang kebanggaan sebuah negara yang diperjuangkan mati-matian itu, jika nyatanya perutnya masih lapar, jika nyatanya harga kebutuhan sehari-harinya masih belum terjangkau.

Memang sih jika negara lain itu harus tau jika kita negara besar dan hebat/kuat. Tapi caranya tidak dengan menutupi, tapi dengan membenahi. Membenahi segala aspek, segala nilai-nilai kebangsaan yang tertinggal di buku pelajaran saya waktu SD, yang sebenarnya untuk apa di rumuskan jika untuk di lupakan.

#np Cupumanik – Luka bernegara .

Di lagu ini Cupumanik bercerita tentang banyaknya politisi berkedok negarawan, yang dimana negarawan itu adalah seorang yang selalu berpikir atas dasar kecintaan akan negaranya, dan tidak hanya mencoba menampilkan tampilan visual bagus yang sebenarnya adalah kamuflase dari busuk yang sesungguhnya. Seorang negarawan selalu berpikir negaranya maju tanpa merugikan rakyatnya. Dan menghabiskan milyaran rupiah untuk satu malam saja, menurut lo? Apa itu yang rakyat ingin. Ok lah beberapa orang bilang “waaaaaaaah gila ya kembang apinya”, lighting-nya, atau apanya lah. Hey tau ga ada yang kelaparan, yang sebenarnya bisa saja uang itu untuk menjamin hidup rakyat miskin itu, atau ya bikin apa kek gitu ladang pekerjaan, kan bisa dari uang itu.

Saya pernah terjebak dalam antrian ketika saya disuruh ibu saya bayar pajak. Gila ngantri pokoknya. Dan betapa masih banyak orang yang masih sadar dan taat pajak, yang mungkin semua yang bayar pajak itu berpikir, “ya kan uangnya juga buat rakyat, dan fasilitas umum, atau apapun lah untuk kepentingan rakyat banyakaaa”. Tapi kemudian ada diantaranya itu dihabiskan semalam saja, dalam hahahehe yang membingungkan, uporia yang hanya milik sebagian orang saja yang mengagungkan sebuah kebanggaan. Dan rakyat masih saja lapar, masih saja terus dibodohi dengan paradigma nasionalisme yang meng-analogikan kita sebagai rakyat haruslah mendukung untuk pencitraan sebuah bangsa, padahal sebenarnya rakyat tidak diuntungkan dalam hal apapun.

(diilustrasikan : pak SBY yang bilang gini “ saya prihatin”, trus dadah-dadah deh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar