Selasa, 22 November 2011

SIND3NTOSCA VS ZEKE KHASELI (Edisi duel maut part 1)

Ini adalah seri pertama dari bahasan tentang #edisiduelmaut yang saya tulis.

Membahas tentang spirit DIY, bermusik dengan fun sampai musik absurd dari dua orang berbeda, yang dimana lagu/musik yang mereka mainkan itu mungkin hanya mereka dan tuhan saja yang tau pasti maksudnya apa. Tapi nilai lebihnya adalah tentang sebuah musik yang tersaji dengan jujur, lepas dan tanpa beban.

Mereka adalah Sindentosca dan Zeke Khaseli. Dua orang yang mengembalikan musik pada arti sesungguhnya, dimana musik itu harusnya fun dan tanpa beban. Eksplorasi yang suka-sukanya mereka, jujur dalam semua keterbatasan mereka yang malah menjadikan mereka menjadi dilirik dan punya karakter kuat.

1. Sindentosca.. eh maaf Sind3ntosca (Jalu lebih suka penulisannya seperti ini) 


Sind3ntosca adalah Jalu, dan Jalu adalah Sind3ntosca. Satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan seperti Ari Lasso yang bisa keluar dari Dewa 19 atau siapapun itu. Seorang yang sebenarnya jauh dari ekspektasi seorang musisi ideal secara teoristik, tertata, kaku atau typical musik mainstreme pada umumnya. Tapi kesederhanaannya dalam bermusik itulah yang membuatnya merasa perlu untuk bisa bermusik dengan jujur, fun, dan tanpa beban. Mengutamakan esensi dari musik itu sendiri dan mengesampingkan berbagi aspek selain itu seperti uang, kontroversi, atau berbagai hal yang bisa mengurangi, bahkan menghilangkan nilai dari sebuah karya yang dibuat.

Sepintas memang jawaban tentang bermusik tidak untuk uang itu tadi mungkin akan banyak dicibir kebanyakan orang disini, karena mindset-nya masih seperti itu. Tuduhan tentang seorang yang ga realistis lah, munafik lah, atau banyak lagi cibiran yang mungkin bisa menyudutkan seorang musisi yang sebenarnya memang ingin bermusik karena ingin bermusik saja (tidak lebih). Tapi typical kebanyakan orang yang (ngakunya musisi disini) mereka lupa, atau bahkan sengaja lupa akan nilai dari sebuah seni (dalam hal ini musik) yang seharusnya ada dalam sebuah karya yang di buat itu tadi.

Tapi sindentosca tidak seperti itu (mudah-mudahan). Dia tidak jadi bagian dari sejarah kebodohan industri musik disini, yang menilai kualitas musik justru dari jualannya, bukan esensinya. Sind3ntosca mengenalkan spirit DIY dengan caranya. Mengenalkan musik yang sebenarnya setiap orang bisa melakukan hal yang sama, asal mereka sadar betul jika musik itu haruslah seperti dengan apa yang dia mainkan, yakni bermusik dengan jujur dan tanpa beban. Sebuah spirit yang pada akhirnya dia tularkan juga kepada saya, jika musik yang bagus itu bukan hanya milik Erwin Gutawa atau Purwacaraka saja. Masih ada Sind3ntosca dan Sind3ntosca-Sind3ntosca lainnya yang bisa memperkenalkan sebuah esensi bermusik dengan caranya, yang walaupun mungkin minim secara skill atau musikalitas ideal dari apa seharusnya seorang musisi (sesuai pendapat banyak orang) punya, namun dengan keterbatasan akan hal itu tidak justru membuatnya minim secara esensi.

Ada saja caranya untuk membuat musiknya menjadi unik, sangat berkarakter dan punya nilai lebih dari paradigma tentang musisi ideal itu tadi. Sind3ntosca mengenalkan ‘sundaceltic’ yang adalah menurutnya sundaceltic itu penggambaran dari mix dua culture barat dan tradisi (sunda). Dan itu diterjemahkan Sind3ntosca dalam bentuk lagu yang dimana terkadang dia memasukan unsur musik tradisi (sunda) dan musik ‘techno’ yang dibalut dengn lyric yang (sebenarnya) bukan bahasa sunda sih. Ga tau bahasa apa, ya bisa dibilang bahasa sundaceltic itu tadi, yang dimana arti sebenarnya seperti apa, hanya Sind3ntosca dan tuhan yang tau. Contohnya lagu ‘Gaunusukni mulun’ dan lagu ‘Dayang’, itu dari awal sampai akhir lagu ga ngerti maksudnya apa. Ya suka-sukanya dia lah kasarnya. Mungkin prinsip utama Sind3ntosca adalah “musik aing kumaha aing, alus sukur heunteu kajeun” (musik gue gimana gue, bagus sukur ngga juga ga masalah). Oh iya satu lagi tentang Sind3ntosca, Sind3ntosca itu ga melulu identik dengan lagu kepompong. Sind3ntosca lebih dari itu.


2. Zeke Khaseli


Tau band Lain? Zeke and the Popo?. Ya itu adalah nama-nama band Zeke Khaseli, sebelum akhirnya dia lebih tertarik untuk solo, dan sesuka hati mengeksplor musik yang dia ingin buat itu seperti apa. Seorang yang bercerita tentang alien yang berkeinginan menjadi biksu pakai jaket kulit, seorang yang bernyanyi dengan dilema karena pipis di celana, seorang yang bercerita tentang hal apapun yang sebenarnya ga terlalu penting untuk diangkat, tapi dikemas catchy dengan cara dia bercerita lewat lagu dan melodi absurd yang dibuatnya. Sama seperti Sind3ntosca tadi, Zeke Khaseli juga mewakili musisi dengan spirit DIY dan bermusik dengan fun. Mereka ga terlalu mikirin ekspektasi orang akan musiknya seperti apa. Mereka “just have fun with their music”.

Berbeda dengan Sind3ntosca yang menyuguhkan konsep minimalis dalam bermusiknya. Zeke Khaseli menawarkan sesuatu yang lebih meriah, baik dari segi sound musiknya sampai tampilan visualnya ketika manggung. Dia bisa saja membawa/mendatangkan alien yang jauh-jauh di bawa dari planet mars hanya untuk bermain gitar saja. Gila kan?
Seperti menyadari betul jika musik tidak melulu soal bunyi instrument musik itu saja, Zeke Khaseli juga menambahakn konsep panggung yang mau tidak mau akan dilirik orang karena ke unikan-nya itu, dan saya salah satu saksinya yang pernah nonton langsung pertunjukan dia (ketika itu di pasar seni ITB), yang memang akan sangat menggoda mata untuk selalu ingin melihat dia disetiap pertunjukannya.

Juga Zeke Khaseli ini keterlaluan kreatifnya. Selain bisa membuat lyric dan musik yang absurd itu tadi, agaknya konsep panggung yang unik pun tidak cukup untuk seorang Zeke Khaseli dalam hal kreatifitasnya. Karena saking kreatifnya, lagu yang yang dibuatnya itu juga bisa dia tampilkan lewat beberapa video klip dia yang tidak kalah absurd dari musiknya itu sendiri. Bisa lewat tampilan animasi ‘asal’-nya, wara wiri dia yang ga jelas namun gemesin itu, atau apapun yang sepintas kaya orang kurang kerjaan. Keterlaluan kan kreatifnya? Gila pokoknya. Sakit. DAMN YOU ZEKE !!!

Sind3ntosca dan Zeke Khaseli adalah penggambaran dari contoh musisi DIY, ataupun musisi yang bermain-main dengan musik dengan tanpa terbebani ekspektasi yang orang harapkan dari sebuah musik yang ingin orang dengar dari apa yang dibuat. Karena pada kenyatanya mereka cuek aja akan ekspektasi orang seperti apa, mau orang suka atau ngga ya ga masalah buat mereka. Walaupun mungkin sebagian menganggap musik mereka asal, tapi sebenarnya musik yang mereka buat itu masih bisa menampilkan nilai dari sebuah karya seni/musik itu sendiri, dan disajikan dengan lebih fun. Dan memang kan harus seperti itu, namanya aja ‘main’ musik, yang berarti main disini adalah bermain dengan musik itu sendiri dan menikmatinya (fun). Tidak malah musik yang menuntut untuk sebuah paradigma dari apa yang orang lain inginkan dari musik yang dibuat, seperti musik harus laku, musik harus ‘easy listening’, harus bertema cinta, harus berisi tentang yang trend, atau harus apa harus apa.

Musik bukanlah agama yang harus ditaati dan ada peraturannya. Semua bebas saja berbuat sesukanya dalam membuat musik, tapi ya itu tadi semua itu sebaiknya atas nama sebuah karya, bukan atas nama aspek lainnya, yang sebenarnya sebuah kepopuleran atau materi itu hanyalah imbas dari apa yang dibuat/dihasilkan dari sebuah karya seni yang dibuat. Bukan malah berbuat apa saja untuk mendapatkan kepopuleran dan materi itu tadi. Sering kebalik sih emang.

Setidaknya ini menurut saya yang suka sekali dengan konsep bermusik yang fun dan tanpa beban itu. Adapun pendapat orang lain tentang musik yang bagus itu seperti apa, ya bebas saja. Karena balik lagi ke selera dan pemahaman sendiri-sendiri tentang sesuatu yang ideal menurutnya. Salah benarnya saya tidak tahu dan tidak cukup pintar untuk sebuah persepsi yang sering dibolak-balikan di negeri tercinta ini.

Mari bermusik, mari berkarya 

Dimuat juga di MusicBandung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar