Selasa, 11 Februari 2025

FORGING VISIONS: KANVAS KREATIF DI DUNIA MUSIK

Sabtu, 8 Februari 2025, bertempat di BadakSinga6, Jalan Badak Singa no 6, Bandung digelar acara bertajuk FORGING VISIONS: An Assault Illustration Fest, yang diselenggarakan oleh Komunitas Mendadak Kolektor dan kolektif ilustrator FORGING VISIONS. Acara ini dibuat untuk mempertemukan ilustrator yang memiliki hasrat dalam menciptakan karya yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari dan hobi mereka, khususnya dalam dunia musik dan artwork untuk musik. Karya-karya yang ditampilkan mencakup sampul album, poster, merchandise seperti kaos, artwork yang dibuat untuk band, serta karya ilustrator lain yang menginspirasi mereka sebagai penyemangat atau referensi dalam berkarya. 

Foto oleh Hilman Wirahman @apaajadifoto

Saya mewakili ITB Press berkesempatan meliput jalannya acara, sekaligus menjadi host untuk sesi talk show bersama Ugenx (Nudist Island, Minodrama). Adapun yang menjadi narasumber merupakan orang-orang yang sudah mengakrabi dunia kreatif sejak lama, seperti Baruz 'Godless Symptoms', Egi Fauzi (Komuji), dan Ompei 'Parental'. Ini kali pertama saya menjadi host untuk sebuah acara. Meski dalam skala kecil, namun ini jadi catatan tersendiri buat saya, dalam rangka mengasah skill untuk eksplorasi di dunia kreatif yang saya geluti selama ini. 

Foto oleh Hilman Wirahman @apaajadifoto
Foto oleh Irham Sugy

Tujuh orang ilustrator yang hari itu berpameran adalah DEVILREJECT, FIVEMILIGRAMS, GUSTAV INSUFFER, LUTHSLAUGHTER, MAYATSCHISM, MFAXII dan PUTRA SATRIA. Ditemui disela-sela gelaran ini, salah satu ilustrator dan inisiator acara, Alexander Benedict atau dikenal dengan nama MAYATSCHISM mengungkapkan jika acara ini digagas sebagai wadah silaturahmi bagi para ilustrator. Selain mempererat hubungan antar seniman, acara ini juga bertujuan untuk mengenalkan lebih luas penggunaan ilustrasi dalam berbagai aspek, khususnya dalam dunia musik.

7 ilustrator dari kolektif Forging Visions (Foto diambil dari akun instagram @forgingvisions) 

Menurut Alex, ilustrasi memiliki cakupan yang sangat luas, dan salah satu bagiannya mencerminkan karakter tertentu dalam dunia seni visual. Dalam hal ini, tema yang diangkat lebih banyak berhubungan dengan musik, terutama di ranah musik rock dan metal. Banyak ilustrator yang bergerak dalam bidang ini, termasuk mereka yang tergabung dalam inisiatif acara ini. Oleh karena itu, acara ini dibuat agar para ilustrator dapat saling berbagi pengalaman, bertukar wawasan, dan menciptakan peluang kolaborasi.
Selain sebagai wadah pertemuan, acara ini juga bertujuan untuk menegaskan keberadaan para ilustrator di dunia seni. Para seniman yang terlibat bukan berasal dari disiplin akademis seni rupa yang sarat dengan kajian teoretis, melainkan dari latar belakang hobi dan kecintaan terhadap ilustrasi. Karena itu, tujuan utama mereka adalah menikmati proses berkarya dan membagikan kesenangan dalam dunia ilustrasi.

Alex juga menambahkan jika ilustrasi dengan gaya tertentu sering kali memiliki tantangan tersendiri, terutama karena tidak semua orang dapat menerimanya dengan mudah. Dibandingkan dengan ilustrasi yang lebih populer dan bernuansa ringan, gaya ilustrasi yang berorientasi pada musik rock dan metal memiliki segmentasi tersendiri. Acara serupa untuk ilustrasi pop mungkin sudah banyak, tetapi untuk ilustrasi dengan karakter seperti ini masih tergolong jarang.

Alex 'Mayatschism' berpose dengan salah satu karyanya

Dalam dunia ilustrasi musik, setiap genre memiliki estetika visual yang khas. Misalnya, musik death metal sering kali dikaitkan dengan ilustrasi bernuansa gelap dan penuh detail, sedangkan hardcore memiliki pendekatan yang berbeda. Setiap ilustrator yang menggarap ilustrasi untuk band tentu harus memahami karakter visual yang sesuai dengan genre musik yang diusung.

Ilustrasi dalam dunia musik tidak sekadar menjadi elemen estetis, tetapi juga bagian dari strategi branding yang memperkuat citra sebuah band. Dengan adanya acara ini, diharapkan semakin banyak ilustrator yang mendapatkan ruang untuk berkarya dan semakin banyak orang yang memahami pentingnya peran ilustrasi dalam industri musik.

Senada dengan yang disampaikan Alex, Egi Fauzi, seorang konsultan branding yang juga membidani Komuji (Komunitas Musisi Mengaji) menuturkan jika branding harus sejalan dengan karakter (dalam hal ini) bandnya, hingga pada saat meng-create sesuatu hal tersebut bisa sejalan dengan -menurut istilah Egi- ‘inner beauty’ band tersebut. Ketika diaplikasikan ke dalam bentuk artwork hal tersebut menjadi sebuah persona dan brand story yang kuat, hingga akhirnya menjadi sebuah magnet untuk orang menggemari band tersebut. Menarik pula dibahas ketika Egi mengatakan jika asumsi band yang butuh fans dirasa terbalik, karena dalam perspektif branding justru fans itu lah yang membutuhkan band sebagai entitas yang bisa mewakili diri si penggemar. Karena merasa terhubung dengan persona atau branding yang dibuat si band, si penggemar akhirnya merasa terwakili dengan band tersebut dan memutuskan untuk menggemari hingga ‘mengkonsumsi’ produk dari band tersebut (karya musik, merchandise, dan lainnya).

Selain diskusi menarik seputaran artwork, branding, dan seluk beluk dunia kreatif, acara ini juga diisi dengan pameran ilustrasi/artwork dari FORGING VISIONS, lapakan musik (kaset, merchandise musik, dan lainnya), hingga penampilan seru dari Ucup Prince, Minodrama, Hujan Esok Hari, dan Semut Pandawa. Nama yang disebutkan terakhir menjadi yang paling menarik perhatian, karena digawangi oleh empat orang anak kecil yang memainkan musik hardcore. Sesuatu yang terbilang anomali dibanding kebiasaan anak kecil lainnya yang lebih memilih musik pop untuk dimainkan. Semakin seru, ketika salah satu ‘dedengkot’ hardcore Bandung, Yudi 'Ryuka' Setiawan atau biasa disapa Baruz (Balcony, Godless Symptoms-red) turut naik panggung dan tampil bersama Semut Pandawa.

Pada kesempatan lainnya di sesi talk show, Baruz juga mengamini apa yang dikatakan oleh Egi kala bicara tentang artwork yang punya pengaruh kuat sebagai salah satu cara untuk branding sebuah band. Baruz bahkan membuat konsep ilustrasi dengan melahirkan karakter bernama Mr. Crossover. Hal ini sejalan pula dengan karakter-karakter seperti Eddie the Head dari band Iron Maiden, Vic Rattlehead (Megadeth), Jack O. Lantern dan Dr. Stein (Helloween), hingga Not Man (Anthrax). Karakter-karakter inilah yang kemudian menjadi icon yang diaplikasikan di cover album, merchandise, dan hal lainnya yang berhubungan dengan band tersebut.

live drawing Mr. Crossover oleh salah satu ilustrator 'Forging Visions', Yudo Baskoro 'Fivemiligrams'
Baruz memperlihatkan ilustrasi gambar Mr. Crossover

Menyenangkan datang ke gelaran ini, terlebih dapat secara langsung menyaksikan olah kreasi seru dari para pelaku kreatif tanah air, khususnya Bandung, sebagai kota yang katanya dijuluki kota kreatif ini. Angkat topi!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar