Tahun 90an awal ranah kreatif di Bandung menunjukan tren positif melalui bermunculannya band-band anak muda yang menawarkan ragam keunikan lewat musiknya. Dari sekian yang muncul ke permukaan, ada sebuah band yang terbilang unik dan mungkin bisa dibilang lebih maju melampaui zamannya, lewat semua olahan musik dan personanya. Band tersebut adalah Koil. Uniknya band ini tidak berasal dari kantung tongkrongan yang biasa diidentikan dengan pergerakan musisi Bandung pada saat itu, seperti misalnya kawasan Ujung Berung dengan metal-nya, atau tongkrongan Jalan Purnawarman dengan musik alternatif-nya.
Koil
seakan datang dari antah berantah dengan musik dan lirik yang pada saat itu
terbilang anomali. Terlebih kala mereka merilis album Megaloblast (yang pada tahun ini berusia 24 tahun, sejak pertama kali dirilis tahun 2001 lalu). ‘Dongeng’
yang mereka hadirkan ke permukaan menjadi salah satu yang paling mencuri
perhatian, sampai akhirnya berpuluh tahun kemudian, apa
yang mereka mainkan masih relevan dan tetap mampu menarik perhatian.
Tak terkecuali dengan apa yang mereka hadirkan di acara Koil Mendongeng Part 1, yang digelar di De Majestic, Bandung, pada hari Jumat, 14 Februari 2025. Sebuah pertunjukan yang menampilkan sisi lain dari Koil—tetap bertenaga, tetap berkarakter, tetapi dengan pendekatan yang berbeda.
Dari segi olah suara, sesi ritmis
malam itu cukup mencuri perhatian (setidaknya untuk saya). Leon dan Adam tampil
solid, dengan permainan yang mendentum dan bertenaga, memberikan pondasi kuat
pada keseluruhan pertunjukan. Sementara itu, suara-suara dari string section
menambahkan nuansa yang lebih dramatis, membuat setiap lagu yang dibawakan
terasa lebih megah.
Namun, bukan hanya musik yang menjadi daya tarik malam itu. Di sela-sela lagu, para personel Koil menyelipkan cerita-cerita dan membawakan ‘dongeng’ dalam gaya mereka sendiri. Menarik menyimak cerita mereka, meski beberapa (untuk yang memang menggemari Koil) sudah pernah mendengar ceritanya. Namun ada satu hal yang menjadi cetak tebal dalam cerita mereka malam itu, yakni tentang perjuangan dan jatuh bangun mendirikan Koil selama lebih kurang 30 tahun sampai hari ini. Ada banyak lika liku menarik yang mereka alami, dari mulai runtuhnya God.inc, dicurangi mantan gitarisnya, fakta unik kala manggung, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk tetap bermusik hingga hari ini.
Uniknya lagi, malam itu Koil mengenakan kostum/pakaian adat Jawa Barat/Sunda yang mereka akui sebagai bentuk penghormatan terhadap tanah pasundan yang menjadi tempat mereka tumbuh dan berkembang. Menggaris bawahi tentang kostum, agaknya hal tersebut telah menjadi kekhasan dari band ini. Stage act, kostum, gimik mereka di atas panggung menjadi paket lengkap setiap kali Koil tampil. Pada penampilan mereka sebelumnya di sebuah festival musik yang cukup besar, Koil bahkan mengenakan kostum vampir cina, dan banyak lagi keunikan lainnya. Agaknya bagi mereka, olah kreasi musiknya yang seru belum lengkap jika tidak diimbangi pula oleh tata kostum di atas panggung yang tak kalah seru.
Koil Mendongeng Part 1 bukan sekadar pertunjukan musik; ini adalah pengalaman. Sebuah malam di mana Koil mengajak penonton untuk masuk lebih dalam ke dalam dunia mereka, bukan hanya lewat suara, tetapi juga melalui cerita dan interaksi yang hangat. Dan jika bagian pertama saja sudah seistimewa ini, maka bagian keduanya jelas layak untuk dinantikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar