Sejujurnya saya kurang suka ketika ada orang bilang "musik hanya sekedar hiburan". Kenapa? karena menurut saya musik haruslah punya nilai lebih, entah karena musiknya itu sendiri yang revolusioner seperti Queen, Rage Against The Machine atau Nirvana misalnya. Atau ketika musik kemudian dibalut lirik yang sangat kuat seperti lagu-lagu Bob Dylan, Lou Reed, atau mungkin kalau di Indonesia seperti Iwan Fals. Pokoknya musik harus berwacana. Begitu pikir saya waktu itu.
Seringnya musik-musik ‘hiburan’
terasa tidak punya nilai lebih buat saya. Kalau pun memang musik difungsikan
untuk mengibur, saya sering kesulitan menemukan bentuk yang ideal dari itu. Memangnya
seperti apa musik yang menghibur itu? Sampai kemudian saya menonton video ini.
Tidak seperti nama-nama musisi di
atas, Gusti tidak ‘berwacana’ dengan musik dan lirik yang dia buat. Dia enteng
saja bercanda dengan musik dan lirik lagunya, namun anehnya, terasa punya nilai
lebih buat saya. Padahal sudah sangat sering saya mendengar orang bercanda
lewat musik, tapi kenapa ini terasa berbeda?
Selain karena musikalitasnya yang jempolan, cara Gusti membawakan karyanya terasa begitu tulus, dan memang lucu, tidak berusaha melucu. Dia mengajak orang untuk tertawa bersamanya, bukan menertawakannya. Padahal ego di atas panggung bisa sangat besar, antara “lihat gua lucu banget di atas panggung”, atau “lihat gua main musiknya jago banget”. Gusti tidak terasa seperti itu, walaupun dia sangat lucu dan bermusik dengan sangat jago di atas panggung. Saya pikir tidak banyak musisi seperti itu. Memang, rasanya semua musisi ingin karyanya didengar banyak orang, ingin disukai banyak orang, dan seringnya mereka berusaha terlalu keras untuk bisa diterima banyak orang. Cara Gusti menyajikan karyanya terasa effortless, karena niatnya hanya menghibur. Disukai atau tidak, diterima atau tidak. Seolah dia tidak sedang bermain musik, tapi menjadi bagian dari musiknya itu sendiri.
Endikup alias enak di kuping,
begitu dia menyebut genre musiknya. Dia tidak mempersoalkan genre musik seperti
apa yang dia buat, karena menurutnya yang penting enak di kuping. Rasanya jarang
sekali saya melihat musisi yang punya ketulusan begitu besar seperti Gusti. Musik
baginya sudah jadi bagian dari hidupnya. Bukan untuk terkenal, bukan untuk kaya
raya, atau bukan untuk keren-kerenan, karena dia hanya ingin main musik dan
menghibur.
Bertahun-tahun saya menulis musik,
dan pernah di satu masa hampir setiap hari saya mendapat puluhan email dari band/musisi yang semuanya punya kesamaan, sama-sama ingin terlihat paling
keren. Isi press release-nya sama semua. Dengan semua dialektika bahasa dan
cara mereka mempromosikan karyanya, jarang sekali saya menemukan ketulusan
bermusik seperti yang Gusti lakukan. Coba deh tengok cara Gusti mempromosikan
karyanya.
Berbeda dengan Gusti yang nyaris
tanpa usaha yang berat saat mempromosikan karyanya, banyak band/musisi yang
datang di email saya semuanya seolah berpusat pada efek samping dari musik,
bukan efek utama dari musiknya itu sendiri. Menjadi terkenal, kaya raya, dan punya
banyak penggemar tentu saja adalah efek samping dari musik yang dia mainkan. Itu
hanya bonus, karena efek utamanya adalah musiknya itu sendiri. Apakah musiknya
punya impact yang besar bagi pendengar atau tidak. Apakah karyanya mampu hidup
di banyak hati pendengar atau tidak. Padahal untuk terdengar/terlihat keren
tidak perlu berusaha keras untuk keren, karena kalau dasarnya keren ya keren
aja.
Gusti keren karena dia tulus untuk bermusik. Dia menempatkan musik bukan pada tuts piano atau pada senar gitar yang dia mainkan. Dia menempatkan musik pada hatinya, hingga kemudian hatinya lah yang menuntunnya untuk bermusik. Seorang jenius yang begitu rendah hati dengan semua talenta bermusiknya. Terima kasih pernah hadir untuk menghibur. Big Love!
Segar, sehat, sentosa. Bersulang Wengk.
BalasHapuscheers mate!
Hapus