Senin, 16 Juni 2025

UNTUK SI JENIUS YANG LUCU, GUSTIWIW

Sejujurnya saya kurang suka ketika ada orang bilang "musik hanya sekedar hiburan". Kenapa? karena menurut saya musik haruslah punya nilai lebih, entah karena musiknya itu sendiri yang revolusioner seperti Queen, Rage Against The Machine atau Nirvana misalnya. Atau ketika musik kemudian dibalut lirik yang sangat kuat seperti lagu-lagu Bob Dylan, Lou Reed, atau mungkin kalau di Indonesia seperti Iwan Fals. Pokoknya musik harus berwacana. Begitu pikir saya waktu itu.

Seringnya musik-musik ‘hiburan’ terasa tidak punya nilai lebih buat saya. Kalau pun memang musik difungsikan untuk mengibur, saya sering kesulitan menemukan bentuk yang ideal dari itu. Memangnya seperti apa musik yang menghibur itu? Sampai kemudian saya menonton video ini.

Tidak seperti nama-nama musisi di atas, Gusti tidak ‘berwacana’ dengan musik dan lirik yang dia buat. Dia enteng saja bercanda dengan musik dan lirik lagunya, namun anehnya, terasa punya nilai lebih buat saya. Padahal sudah sangat sering saya mendengar orang bercanda lewat musik, tapi kenapa ini terasa berbeda?

Selain karena musikalitasnya yang jempolan, cara Gusti membawakan karyanya terasa begitu tulus, dan memang lucu, tidak berusaha melucu. Dia mengajak orang untuk tertawa bersamanya, bukan menertawakannya. Padahal ego di atas panggung bisa sangat besar, antara “lihat gua lucu banget di atas panggung”, atau “lihat gua main musiknya jago banget”. Gusti tidak terasa seperti itu, walaupun dia sangat lucu dan bermusik dengan sangat jago di atas panggung. Saya pikir tidak banyak musisi seperti itu. Memang, rasanya semua musisi ingin karyanya didengar banyak orang, ingin disukai banyak orang, dan seringnya mereka berusaha terlalu keras untuk bisa diterima banyak orang. Cara Gusti menyajikan karyanya terasa effortless, karena niatnya hanya menghibur. Disukai atau tidak, diterima atau tidak. Seolah dia tidak sedang bermain musik, tapi menjadi bagian dari musiknya itu sendiri.

Endikup alias enak di kuping, begitu dia menyebut genre musiknya. Dia tidak mempersoalkan genre musik seperti apa yang dia buat, karena menurutnya yang penting enak di kuping. Rasanya jarang sekali saya melihat musisi yang punya ketulusan begitu besar seperti Gusti. Musik baginya sudah jadi bagian dari hidupnya. Bukan untuk terkenal, bukan untuk kaya raya, atau bukan untuk keren-kerenan, karena dia hanya ingin main musik dan menghibur.

Bertahun-tahun saya menulis musik, dan pernah di satu masa hampir setiap hari saya mendapat puluhan email dari band/musisi yang semuanya punya kesamaan, sama-sama ingin terlihat paling keren. Isi press release-nya sama semua. Dengan semua dialektika bahasa dan cara mereka mempromosikan karyanya, jarang sekali saya menemukan ketulusan bermusik seperti yang Gusti lakukan. Coba deh tengok cara Gusti mempromosikan karyanya.

Berbeda dengan Gusti yang nyaris tanpa usaha yang berat saat mempromosikan karyanya, banyak band/musisi yang datang di email saya semuanya seolah berpusat pada efek samping dari musik, bukan efek utama dari musiknya itu sendiri. Menjadi terkenal, kaya raya, dan punya banyak penggemar tentu saja adalah efek samping dari musik yang dia mainkan. Itu hanya bonus, karena efek utamanya adalah musiknya itu sendiri. Apakah musiknya punya impact yang besar bagi pendengar atau tidak. Apakah karyanya mampu hidup di banyak hati pendengar atau tidak. Padahal untuk terdengar/terlihat keren tidak perlu berusaha keras untuk keren, karena kalau dasarnya keren ya keren aja.

Gusti keren karena dia tulus untuk bermusik. Dia menempatkan musik bukan pada tuts piano atau pada senar gitar yang dia mainkan. Dia menempatkan musik pada hatinya, hingga kemudian hatinya lah yang menuntunnya untuk bermusik. Seorang jenius yang begitu rendah hati dengan semua talenta bermusiknya. Terima kasih pernah hadir untuk menghibur. Big Love!


2 komentar: