Mengawali bulan September, sebenarnya tidak ada sesuatu yang terlalu istimewa, hanya saja momen kumpul sama keluarga tentunya tidak pernah biasa saja. Mengajak anak-anak main di playground mungkin jadi menu wajib setiap bulannya (atau mungkin setiap minggu), karena nyatanya anak-anak selalu semangat setiap kali diajak ke tempat semacam itu. Mau yang murah atau yang 'mahal' rasanya di pikiran mereka semuanya sama saja. Malah justru orang tuanya yang overthinking apakah playground A atau playground B, C, dan seterusnya bisa bikin anak-anak happy atau nggak? padahal anaknya mah gak pernah memusingkan playground mana yang bisa bikin mereka happy atau nggak, apakah playground A, B, atau C. Bahkan kalau pun di rumah saja membuat arena bermain dari bantal dan guling misalnya, mereka happy-happy saja, karena sebenarnya yang terpenting itu waktu bermain sama orang tuanya. Nah tapi itu sih yang susah. Waktu. Karena itu lah momen keluar rumah itu jadi penting dan selalu berkesan.
Pertengahan bulan, tepatnya tanggal 15 September 2024, jadi momen penting lainnya di bulan September. Ibu saya berulang tahun. Mama yang sekarang bergelar Enin ini berusia 64 tahun pada 2024 ini. Usia yang sebenarnya tidak bisa dikatakan muda lagi, tapi Alhamdulillah pada usia ini Enin masih sehat dan masih bisa menghabiskan waktunya bareng keluarga. Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat ibu sendiri sehat dan bisa menikmati waktu pensiunnya.
Beranjak pada urusan pekerjaan, bulan ini cukup spesial karena saya ditugasi meliput acara "Pekan Penghargaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR)", yang digelar di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dari nama acaranya terasa sekali jika ini dibuat oleh baby boomers, dan memang begitu adanya, terasa sangat formal dan hhhmm cukup membosankan. Untungnya ada Kang Maman yang dengan semua nyali yang dia punya, mengkritik Perpusnas di depan petinggi Perpusnas secara langsung. Silakan baca artikel liputannya disini.
Selain itu, yang juga menarik perhatian saya adalah tentang banyaknya penerbit universitas yang masuk kategori buku terbaik tahun 2024. Saya pikir acara ini cukup didominasi penerbit-penerbit dari universitas. Juga yang menarik untuk ditulis, ternyata kalau dipikir lagi jumlah penerbit dan buku yang dirilis di Indonesia itu cukup banyak, namun sayangnya tidak berbanding lurus dengan jumlah pembacanya. Kendala-kendala seperti susahnya mendapat ISBN cukup menjadi polemik karena jumlahnya yang terbatas. Mengutip dari Kang Maman, ISBN ini diwajibkan meskipun tidak bisa menolong penulis atau pun penerbit dari pembajakan. Namun lepas dari itu, harapan muncul ketika ternyata industri buku ini masih berkembang cukup baik, dan yang kemudian justru menjadi primadona di industri perbukuan belakangan ini adalah buku-buku anak. Buku-buku popular nyatanya justru tidak terlalu popular di dunia perbukuan belakangan ini.
Selain liputan, tentu yang menjadi 'wajib' setiap bulannya adalah menjadi host untuk acara ITB Press Show. Kali ini selain narasumber yang datang dari kalangan musisi, untuk pertama kalinya ITB Press Show mendatangkan seorang psikolog sebagai narasumbernya. Pembahasan menarik karena yang menjadi tema obrolan adalah tentang isu kesehatan mental. Satu tema yang belakangan begitu popular dan menjadi perbincangan di mana-mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar