6 Agustus 2025, pukul 3 lebih 27 menit. Niat hati ingin menuliskan rangkuman kegiatan bulan Juli yang cukup lama terbengkalai, namun pikiran terus mengudara memikirkan perkataan seseorang tentang rejeki yang sudah ditakar dari sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan. Menurutnya, sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan, Tuhan sudah tetapkan jodoh, umur, dan rejeki kita selama hidup. Rejeki yang sudah ditetapkan jumlahnya akan sama, tidak berkurang dan tidak bertambah satu rupiah pun, mau kita cari dengan rejeki yang halal atau haram, cara yang habis-habisan atau biasa saja (sesuai kemampuan), hasilnya akan sama saja.
Saya jadi membayangkan, ada orang
yang setiap hari mencari rejeki dengan cara yang haram, namun
rejekinya (baca: uang) melimpah. Bagaimana seandainya dia taubat, lalu mencari
rejeki dengan cara yang halal, terus rejekinya
masih melimpah, bahkan terus bertambah. Lalu saya membayangkan ada orang
lainnya yang setiap hari selalu bersemangat menjemput rejeki dengan cara yang
halal di jalan Tuhan, namun hartanya kerap terasa pas-pasan, bahkan sering juga terasa kekurangan. Bagaimana seandainya imannya
goyah dan dia mulai terpikir mencari rejeki dengan cara yang haram? dia merasa
capek menjemput rejeki dengan cara yang halal, lalu dia mulai melakukan pekerjaan
yang jauh dari jalan Tuhan, dan sialnya hartanya masih saja sedikit.
Setelah dipikir lagi, ternyata
banyak atau sedikit harta yang kita punya, hanya menjadi cara Tuhan memberi
tahu kita tentang peran kita di dunia. Apakah peran kita dunia ini mau kita buat bermakna atau
hanya jadi tempat mendapat kesenangan yang tidak seberapa. Memang berat ya
menjalani hidup dengan sedikit harta, apalagi jika dihadapkan pada sebuah
kalimat seperti ini “Papa pulang kerja bawa apa? Bawa hadiah gak buat aku?
Sepeda aku rusak pa, boleh minta yang baru gak?”. Lalu sebagai seorang ayah
kamu hanya berkata “Iya, sabar ya, nanti papa belikan”. Percayalah dibalik
rengekan atau tangisan seorang anak yang gagal mendapatkan yang dia mau, ada
hati seorang ayah yang sangat hancur karena gagal membahagiakan anaknya.
Si ayah kemudian memalingkan mukanya, agar air matanya tidak terlihat oleh sang anak. Dia berdoa agar Tuhan mau memberikan rejeki untuk dia bisa beli sepeda. Besok paginya dia bekerja seperti biasa, bahkan hari itu dia ngambil lembur, dengan harapan bisa mendapatkan uang tambahan. Namun ternyata belum waktunya. Hartanya masih belum cukup untuk bisa ‘membeli’ kesenangan anaknya. Tidak mungkin ini tidak melelahkan. Bukan hanya soal tenaga yang terus terkuras setiap kali menjemput rejeki, tapi pikiran yang lelah dengan pertanyaan “sebenernya Tuhan itu dengerin gak sih doa setiap hambanya”. Tentu dengan semua kebesaranNya, 500 ribu atau satu juta rupiah untuk membeli sepeda tidak akan ada artinya sama sekali, dibandingkan dengan semesta yang Dia punya. Tapi ternyata memang kemampuan untuk ‘menunggu’ yang harus kita punya di dunia ini.
Meski katanya waiting is a boring
thing, tapi nyatanya waiting adalah ‘thing’ itu sendiri. Menunggu memang
membosankan. Bahkan dalam konteks orang yang terlalu lama miskin, bukan hanya
bosan, tapi juga menyakitkan dan melelahkan. Lalu pertanyaannya, apakah kita
tetap mau bekerja di jalan Tuhan sambil menunggu rejeki yang melimpah itu
datang? Atau kita menyerah dan mulai mencari rejeki di jalan yang jauh dari
Tuhan, meski belum tentu juga kita bisa kaya raya dari itu? Kalau menunggu, mau
sampai kapan? Keburu mati dong. Kalau sampai meninggal rejeki yang melimpah itu tidak juga datang, mungkin bisa saja memang rejeki yang
melimpah itu adanya setelah kematian, sebagai ‘bonus’ dari Tuhan karena kita
berhasil menunggu selama itu, dan tetap berada di jalanNya.
Ya gitu lah pokoknya, bangun jam segini, pikiran sering mengudara kemana-mana hahaha. Jadi lupa, niat awal nulis mau bikin rangkuman bulan Juli ngapain aja. Dengan waktu yang makin sedikit ini, malah sempet-sempetnya mikirin soal di atas hahaha. Yang bisa dihighlight pada bulan Juli sih kayaknya soal aktivitas di rumah baru, kegiatan sekolah Ammar, istri yang kembali berjualan, sama selebihnya bekerja seperti biasa di ITB Press (akhir bulan Juli ini menempati ruangan baru di Kantor ITB Press Dipati Ukur), sama mungkin belakangan terlibat juga di proyek Youtube Popstore TV, mulai jalan buat promoin buku Om Leon ‘Koil’, sama selebihnya mah masih ‘berjuang’ dengan kemelut persoalan di awal paragraf hahaha. Ya, semoga saja bulan Agustus yang katanya hari kemerdekaan ini, bisa sejalan pula, atau sudah waktunya juga bagi saya merdeka secara finansial hahaha. Aamiiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar