Minggu, 08 Agustus 2010

Fake Plastic Office, Musik, Dan Mimpi

Fake plastic office? Haruskah? Mencoba menata hidup dengan logika dan cara berpikir orang kebanyakan. Tidak dengan kelelahan mimpi yang tak kunjung bisa diwujudkan. Mengikuti kata hati memang menyenangkan, tapi kenyataan dan keadaan busuk sangat sulit dilawan. Seperti terus saja menyuruh berhenti mengikuti mimpi dan kata hati. Bahkan ibu menyuruh aku bangun di pagi hari, pergi, lalu pulang di sore harinya, dan begitu seterusnya, selalu tersenyum di tanggal 1 dan cemberut di tanggal 21.

Apa yang akan aku bilang sama Martin, si gitar tua yang selalu tergeletak dipojokan kamar? Dia mungkin akan cemburu melihat aku banyak menghabiskan waktu bersama keyboard dan layar monitor computer, karena malam akan menjadi sangat melelahkan untuk bisa bermain dengan Martin si gitar, Thomas si buku usang, dan Penny si pulpen.

Apa aku terlalu berlebihan menanggapi ini? Apa ini cara berpikir seorang pecundang? Kenapa aku disini? Sehingga untuk bernyanyi dan bermain melodi saja selalu bertentangan dengan konsekuensi materi. Sayang aku bukan Zeke khaseli ataupun Thom dan Jonny, yang bisa bermain melodi tanpa khawatir tentang konsekuensi materi. "just give me a chance" untuk mengikuti kata hati dan mimpi, untuk bernyanyi dan bermain melodi. Dan lampu panggung tolong soroti, biar aku tertawakan orang-orang ini. Aku ingin mereka bungkam dan tepuk tangan, menganga terpana, dan menyesali ucapannya.

Aku tau semua ini belum berakhir, dan kalaupun berakhir, harusnya tidak seperti ini. Mati dengan mimpi yang masih menjadi mimpi.



1 komentar:

  1. Bukan berarti mimpimu terhenti..

    Banyak kok musisi yang ber fake plastic office..

    :D

    BalasHapus