Selasa, 03 Februari 2015

SEBUAH FASE PENCARIAN

Ada sekitar lima belas menitan lah si Liduel bongkar-bongkar laci mainan. Pas ditanya “de nyari apaan sih? Dari tadi sibuk terus?”, kata saya. Trus dia jawab “Tor Blade aku (sejenis gasing mainan) mana? Kok ga ada?”, kata dia dengan wajah sedih. “coba cari di kamar ibu, kemaren kan dede mainin disana”. Trus dia lari ke kamar ibu saya. Tak lama dia teriak kegirangan “naaaaah ketemu a”, seru dia dengan wajah yang sumringah.

Sambil menyaksikan si Liduel yang sedang asik mainin Tor Blade-nya, ga tau kenapa saya jadi mikir tentang sebuah fase pencarian disepanjang hidup saya. Mikirin tentang apa sih yang sedang saya cari? Apa saya akan sesenang si Liduel kalo saya udah nemu apa yang saya cari? Dan pencarian saya akan berakhir dimana? Kapan persisnya saya akan berhenti mencari? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala saya seiring dengan gasing si liduel yang terus berputar.

Tak beda dengan si Liduel, waktu kecil saya juga nyari kesenangan dengan bermain. Dari main kelereng, main Tamiya, main sega, atau main apapun yang bisa menyenangkan saya. Pas udah gede dikit, zaman sekolah, saya nyari kesenangan dengan melakukan kenakalan-kenakalan remaja kebanyakan, dari mulai minum sampai “make”, dari coret-coret tembok sampai coret-coret di kertas bikin puisi buat pacar. Dari yang nontonin orang manggung sampai saya yang manggung ditonton orang. Dulu dateng ke gigs buat moshing itu menyenangkan. Kalau sekarang mah perasaannya beda (baca: awakna ripuh mun moshing ayeuna mah), dan nonton bandnya juga yang kalem-kalem aja. Dulu ngeband karena pengen keliatan keren, sekarang ngeband karena pengen curhat colongan aja lewat lagu. Dulu suka band yang teknis musiknya edan, sekarang suka sama band kalo band itu punya lirik lagu yang “dalem”.

Hiburan yang menyenangkan juga sekarang mah cukup dengan bacaan yang bagus, musik yang bagus, dan tontonan atau film yang bagus ( menurut saya). Karena selain terhibur saya juga jadi tercerahkan dengan apa yang menjadi kesenangan saya. Dulu nyari film itu yang banyak adegan ML nya, sekarang nyari film itu yang banyak dialog bagusnya. Dulu nyari pacar itu yang sexy semox montox, sekarang nyari pacar itu yang asik diajak ngobrol dan tukar pikiran. Perbandingan-perbandingan itu bikin saya mikir kalo kesenangan zaman saya dulu dan sekarang itu jauh berbeda. Cara memaknai satu hal yang menyenangkan pun jadi beda, prioritasnya beda.

Untuk sampai dititik ini dengan pemikiran saya yang sekarang, saya telah banyak melewati banyak hal dalam hidup saya. Orang menyebut itu sebagai sebuah fase. Dan pencarian saya akan sebuah “kesenangan” pun berbeda. Tambah kesini dan semakin dipikirin lagi pencarian-pencarian kesenangan itu semakin sedikit. Malahan yang sering kepikirin sekarang ini adalah gimana caranya biar bisa tenang. Ga terlalu ambisius dan ga ngototan.

Pikiran saya jadi beralih pada berita si kembar yang cabut dari bandnya. Ditengah banyak komentar yang dialamatkan untuk mereka berdua, ada satu komentar temen saya yang bilang kalo si kembar udah nemuin yang mereka cari, karena katanya hidup itu erat kaitannya dengan pencarian, dan itu manusiawi banget. Salah satunya mungkin tentang ketenangan itu tadi. Apalagi ini menyangkut ranah personal perihal kepercayaan. Lepas dari sebuah media besar dengan judul yang provocatif “meninggalkan band karena ingin memperdalam agama” (kaget juga dengan media sekaliber itu memakai judul yang “ah come on ini kita lagi ga baca blog pks piyungan kan?”) perihal kepercayaan adalah suatu hal yang prinsipil dan tidak bisa diganggu gugat.

Kaya dulu pas Ucay cabut dari Rocket Rockers, juga dengan alasan yang sama, karena dia udah nemu yang dia cari. Sampai pada akhirnya ngeband bagi dia udah jadi fase pencarian dia yang udah lewat masanya. Waktu itu dia cerita kalo dia ga mau jadi duri dalam daging di tubuh Rocket Rockers. Bukan tanpa alasan ketika dia bikin pernyataan kaya gitu. Dia ga mau perang batin terus ketika dia ada di dalam bandnya. Dia seorang yang anti rokok, tapi bandnya main di acara bersponsor rokok, dia anti minuman keras, tapi bandnya manggung di club yang menyuguhkan minuman keras. Dia merasa sudah cukup dengan kesenangan dia di bandnya selama ini, dan mungkin karena itu dia milih buat cabut dari band.

Orang bakal terus nyari sampai dia dapetin itu. Misalnya tentang pasangan. Orang bakal terus nyari pasangan yang dia cari sampai dia dapet. Kalo udah dapet dia ga bakal nyari lagi......Bang Oma?....eu eu eu dia mah pengecualian (skip soal bang Oma) next. Baik si kembar ataupun Ucay mungkin udah dapetin kedamaian yang selama ini mereka cari lewat belajar (lagi) agama.

Baik PS ataupun Rocket Rockers itungannya udah band besar yang dipunyai negeri ini. Pencapaian kedua band itu juga udah banyak. Jadi mungkin (mungkin loh ya ini) baik si kembar ataupun Ucay ngerasa ga ada lagi yang mereka cari di musik. Daripada berakhir jadi bintang iklan sosis atau kopi kan?

Jadi mereka ada di level berikutnya di fase kehidupan mereka. Sama lah kaya saya ketika namatin game Mortal Kombat. Pas udah tamat mah ya udah aja. Mau mainin lagi juga udah ga menarik lagi karena udah tahu endingnya. Udah tahu cara ngalahin raja terakhir itu pake jurus apa aja. (Btw kok referensinya Mortal Kombat sih wenk, jadul amat game-nya. *kemudian hening).

Ngomong-ngomong soal permainan, saya jadi ingat sebuah komunitas bernama “Komunitas Hong” (sebuah komunitas yang melestarikan permainan-permainan tradisional, yang juga turut mengajarkan filosofi dibalik permainan-permainan tradisional tersebut). Ketika itu Mohamad Zaini Alif, sang pendirinya bilang soal filosofi permainan ucing sumput atau petak umpet (dalam bahasa Indonesia), yang menggali kata “Hong” untuk setiap pemain yang berhasil ditemukan.

Apa sih Hong? Berasal dari bahasa sunda yang artinya bertemu atau ketemu/menemukan.

Inti dari permainan petak umpet itu adalah sebuah pencarian. Ada satu orang yang mencari (biasa disebut ucing/kucing) dan ada beberapa orang yang bersembunyi atau yang dicari (si pemainnya). Ketika si pemain yang bersembunyi terlihat oleh si kucing, maka dia (si pemain) yang kahongkeun (di-hong-kan) tidak bisa bermain lagi. Selanjutnya dia hanya bisa menyaksikan temannya yang bermain, sampai permainan benar-benar berakhir. Jadi secara filosofis, permainan ini mendidik anak-anak untuk mengerti tentang nilai-nilai ke-Tuhan-an. Apabila manusia sudah di-Hong-kan oleh Tuhan maka dia harus bertemu Tuhan, dan tidak bisa kembali “bermain” di dunia. Mau sembunyi gimanapun juga pada akhirnya akan ditemukan atau di-Hong-kan oleh Tuhan. Mau sembunyi dibalik kesombongan, kekayaan, kepintaran, atau apapun, pada akhirnya ketika sudah “Hong” maka permainan selesai.

Terakhir. Pertanyaannya adalah....kita akan di-Hong-kan ketika kita bersembunyi dibalik apa? Dibalik kekayaan? Kesombongan? Kepintaran? Kekuasaan? Atau ketika berserah diri dan menyadari jika tidak ada satupun tempat untuk bersembunyi, karena mata Tuhan selalu melihatnya. Lagipula Tuhan tidak akan membawa kita sejauh ini hanya untuk Dia tinggalkan.

Sementara itu Tor Blade si Liduel masih berputar, seiring dengan jarum jam detik demi detiknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar