Rabu, 06 Agustus 2025

HIGHLIGHT BULAN JULI 2025

6 Agustus 2025, pukul 3 lebih 27 menit. Niat hati ingin menuliskan rangkuman kegiatan bulan Juli yang cukup lama terbengkalai, namun pikiran terus mengudara memikirkan perkataan seseorang tentang rejeki yang sudah ditakar dari sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan. Menurutnya, sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan, Tuhan sudah tetapkan jodoh, umur, dan rejeki kita selama hidup. Rejeki yang sudah ditetapkan jumlahnya akan sama, tidak berkurang dan tidak bertambah satu rupiah pun, mau kita cari dengan rejeki yang halal atau haram, cara yang habis-habisan atau biasa saja (sesuai kemampuan), hasilnya akan sama saja.

Saya jadi membayangkan, ada orang yang setiap hari mencari rejeki dengan cara yang haram, namun rejekinya (baca: uang) melimpah. Bagaimana seandainya dia taubat, lalu mencari rejeki dengan cara yang halal, terus rejekinya masih melimpah, bahkan terus bertambah. Lalu saya membayangkan ada orang lainnya yang setiap hari selalu bersemangat menjemput rejeki dengan cara yang halal di jalan Tuhan, namun hartanya kerap terasa pas-pasan, bahkan sering juga terasa kekurangan. Bagaimana seandainya imannya goyah dan dia mulai terpikir mencari rejeki dengan cara yang haram? dia merasa capek menjemput rejeki dengan cara yang halal, lalu dia mulai melakukan pekerjaan yang jauh dari jalan Tuhan, dan sialnya hartanya masih saja sedikit.

Setelah dipikir lagi, ternyata banyak atau sedikit harta yang kita punya, hanya menjadi cara Tuhan memberi tahu kita tentang peran kita di dunia. Apakah peran kita dunia ini mau kita buat bermakna atau hanya jadi tempat mendapat kesenangan yang tidak seberapa. Memang berat ya menjalani hidup dengan sedikit harta, apalagi jika dihadapkan pada sebuah kalimat seperti ini “Papa pulang kerja bawa apa? Bawa hadiah gak buat aku? Sepeda aku rusak pa, boleh minta yang baru gak?”. Lalu sebagai seorang ayah kamu hanya berkata “Iya, sabar ya, nanti papa belikan”. Percayalah dibalik rengekan atau tangisan seorang anak yang gagal mendapatkan yang dia mau, ada hati seorang ayah yang sangat hancur karena gagal membahagiakan anaknya.

Senin, 04 Agustus 2025

LAUNCHING BUKU

INTIMATE CONCERT “LAMPAH ANGKLUNG”

Bandung, 2 Agustus 2025, suasana hangat menyelimuti Gedung De Majestic, Bandung, pada Sabtu siang saat sebuah perhelatan budaya bertajuk “Intimate Concert: Lampah Angklung: Dari Tradisi ke Industri” resmi digelar. Acara yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 17.00 WIB ini menjadi ruang pertemuan antara warisan tradisional dan semangat modernisasi, di mana hal ini juga menandai peluncuran buku Angklung: Dari Tradisi ke Industri karya Buky Wibawa Karya Guna yang diterbitkan oleh ITB Press.

Disusun dengan alur pertunjukan yang menyentuh dan edukatif, konser ini menjadi lebih dari sekadar perayaan musik. Ia menjelma menjadi sebuah perjalanan historis dan kultural angklung (alat musik bambu yang telah menjadi identitas budaya Indonesia, khususnya Jawa Barat-red). Sejak awal acara, penonton diajak menyaksikan bagaimana angklung dahulu digunakan dalam konteks ritual, dimainkan oleh anak-anak dan remaja melalui tarian dan kesenian khas yang penuh semangat dan warna.

Penampilan awal tersebut menyiratkan akar angklung sebagai alat pemanggil kesuburan, pembuka panen, dan pengiring upacara adat. Kemudian, seiring berjalannya waktu, narasi pertunjukan pun bergerak maju, menyiratkan bagaimana angklung kini telah masuk dalam ranah industri kreatif dan hiburan modern. Hal ini tergambarkan dengan apik saat Saung Angklung Udjo membawakan berbagai lagu populer dunia, termasuk aransemen luar biasa lagu “Bohemian Rhapsody” milik Queen, menggunakan susunan angklung yang harmonis dan memikat.

Selasa, 15 Juli 2025

"ROBOHNYA SURAU KAMI": EKSPLORASI KONTEMPLATIF COLLECTIVE LAB

Jumat, 11 Juli 2025, saya berkesempatan hadir dalam sebuah pertunjukan eksperimental yang digelar di Auditorium IFI Bandung. Pertunjukan ini menjadi bagian dari rangkaian acara selama dua hari persembahan Collective Lab, yang berlangsung pada 10 dan 11 Juli 2025. Dengan mengangkat tajuk “Robohnya Surau Kami” (karya A.A Navis), Collective Lab menghadirkan eksplorasi suara dan visual dalam bentuk yang menggugah sekaligus reflektif.

Collective Lab sendiri merupakan komunitas seni berbasis kolektif yang lahir di Bandung pada tahun 2024. Komunitas ini dibuat sebagai laboratorium terbuka bagi seniman dari berbagai latar belakang untuk bereksperimen dengan bentuk-bentuk baru seni pertunjukan. Dalam gelarannya kali ini, mereka fokus pada eksplorasi media digital performatif yang menggabungkan unsur visual dan bunyi dalam pendekatan artistik yang tidak lagi berpusat pada manusia (non-antroposentris).

Pertunjukan ini menghadirkan tafsir baru atas cerita pendek legendaris “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis. Dua figur utama, Haji Saleh dan ‘Tuhan’ dimunculkan bukan sekadar sebagai karakter naratif, melainkan sebagai representasi hubungan antara manusia dan entitas non-manusia yang tidak terlihat, tidak terwakilkan, namun hadir secara sensorik dan eksistensial. Keduanya menjadi simbol pertemuan antara tubuh manusia dan sesuatu yang ilahiah, misterius, dan berada di luar batas dunia manusia.